
Asih Putera Bincang Kirab Muharram: Tantangan Menjadi Ayah Kompeten
Oleh: Edi S. Ahmad (Ketua Yayasan Asih Putera)
Keluarga adalah satuan terkecil masyarakat, dan
masyarakat adalah komponen pembentuk negara dan bangsa. Kepada siapakah
disandarkan harapan masa depan sebuah bangsa? Kepada masyarakatnya tentu. Sementara
masyarakat bersandar pada lembaga keluarga dalam upaya pelestarian dan
penegakan nilai-nilai luhurnya. Jadi tidaklah salah bila ada ungkapan: bangsa
yang kuat berawal dari keluarga-keluarga yang kuat.
Character Building (membangun karakter) adalah suatu
proses atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan/atau membentuk
tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti), insan manusia
(masyarakat) sehingga menunjukkan perangai dan tingkah laku yang baik. Dengan
membangun karakter keluarga yang kuat, masyarakat dan bangsa akan menjadi kuat.
Menurut Zakiah Daradjat (Pendidikan Agama dalam Pembinaan
Mental, Bulan Bintang, 1987:71), terdapat tiga lingkungan yang bertanggung
jawab dalam mendidik generasi. Ketiga lingkungan tersebut adalah keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut tidak bisa dipisahkan satu
dengan yang lainnya. Tetapi, dari ketiganya, lingkungan keluarga yang memiliki
tanggung jawab utama dan pertama dalam pendidikan.
Hari ini, lembaga keluarga didera berbagai tantangan dan
ujian. Dari fondasinya, keluarga dihadapkan pada kampanye masif tentang konsep
keluarga sesama jenis (LGBT), berkeluarga tetapi memutuskan untuk tidak
memiliki anak (childfree), hidup berpasangan tanpa ikatan pernikahan, dan entah
apa lagi nanti ke depannya. Sementara terhadap nilai-nilai luhur keluarga,
seperti kehormatan dan tanggung jawab, ayah bunda harus menerima kenyataan
bahwa gadget telah merangsek jauh ke inti keluarga dengan membawa potensi nilai
yang bertentangan dengan moral dan agama.
Bagi sosok ayah sebagai kepala keluarga, tantangan ini
tentu harus dihadapi dan disikapi secara benar dan proporsional. Tanggung jawab
seorang ayah boleh jadi sama dari masa ke masa, akan tetapi tuntutan kompetensi
seorang ayah bisa jadi berlainan. Garis besar tanggung jawab seorang ayah
termuat dalan Alqur’an Surat An-Nisaa’, 4: 9. Sementara nilai-nilai universal
keluarga tergambar dari nasihat Luqman kepada anaknya yang diabadikan di dalam
Alqur’an Surat Luqman, 31: 12-19.
Tampak dalam nasihat Luqman di atas bahwa sosok ayah
memiliki peran sebagai motivator dan inspirator yang dibutuhkan oleh
anak-anaknya. Sebab motivasi dan dukungan ayah mampu memengaruhi kehidupan
mental anak sehingga anak lebih kuat dalam menghadapi rintangan dan tentangan
yang kelak dihdapinya. Kita akan dapat menilai seberapa baik dan seberapa
berkualitas sikap dan keputusan yang diambil anak saat menghadapi situasi yang
menekannya, terpulang pada kesiapan dan kekuatan mentalnya.
Menjadi motivator berarti membangun komunikasi dan ikatan
(bonding) dari hati ke hati, benar dan adil dalam menempatkan posisi dirinya,
tidak cukup dengan lisan akan tetapi jauh lebih efektif dengan contoh dan
keteladanan. Sebagai seorang insprirator, seorang ayah bagaimanapun haruslah
menjadi sosok ayah yang cageur (sehat jasmani dan rohani), bageur
(matang secara emosi dan sosial), bener (teguh pada nilai-nilai luhur
dan ajaran agama), pinter (berorientasi pada problem solving), serta singer
(berjiwa merdeka dan melayani).
Maraknya gadget di kalangan anak dan remaja perlu menjadi
perhatian serius setiap keluarga. Ayah yang peduli dan waspada terhadap dampak
negatifnya yang sulit terukur akan membatasi penggunaan gadget bagi
anaknya. Orangtua yang lemah akan
berlindung dibalik ungkapan “menghargai privasi” ketika ia tidak berusaha untuk
mengambil kuasa gadget dari anaknya. Oleh karena itulah dari sejak awal perlu
dibangun komitmen bahwa memberi fasilitas gadget kepada anak hanya sebatas
memenuhi keperluannya saja. Anak tidak boleh mengubah password hp yang sudah
ditetapkan, dan segera mengembalikan gadget itu setibanya mereka di rumah.
Melalui gadget anak dapat mengakses internet. Di internet
segala hal tersedia, menawarkan apa yang kita inginkan bahkan ketika masih
berupa bersitan pikiran. Satu hal, yakni habisnya waktu anak bersama gadget
akan mengurangi kesempatan mereka “mengalami” kehidupan. Pengalaman mengarungi
kehidupan virtual membawa dampak munculnya peristiwa yang tidak diinginkan,
seperti anak melakukan bunuh diri untuk alasan yang tidak diketahui, atau anak
kecelakaan karena mencoba sesuatu yang mereka tonton. Sejumlah badan kesehatan
negara bagian AS mengungkap studi yang menunjukkan bahwa remaja yang
menghabiskan lebih dari tiga jam sehari di media sosial menghadapi risiko dua
kali lipat masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi.
Hari ini, ayah ditantang untuk secara kreatif hadir
mengatasi masalah ini. Beberapa sekolah seperti Madrasah Asih Putera dan
Sekolah Interaktif Gemilang Mutafannin bersama-sama dengan orangtua murd telah
menerapkan aturan bahwa anak tidak diberi hak penguasaan gadget. Mereka hanya
boleh menggunakan sebatas keperluan. Sesampainya di sekolah gadget dititipkan
di wali kelas, dan sepulangnya dari sekolah gadget dikembalikan kepada
orangtua.
Ayah yang berhasil dalam memerankan dirinya sebagai
kepala keluarga digambarkan Alqur’an sebagaimana situasi yang terjadi pada
keluarga Nabi Ya’qub menjelang Nabi Ya’qub meninggal dunia. Kejadian ini
diabadikan oleh Alqur’an dalam Surah Al-Baqarahh, 2: 133.
“Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput
Ya’qub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah
sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek
moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami
(hanya) berserah diri kepada-Nya.”
Menurut Quraish Shihab, ketika Allah berfirman,
“Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya’qub, ketika dia berkata
kepada anak-anaknya,” Dia tidak sedang bertanya mengenai kehadiran para
penduduk Bani Israil, karena pada waktu itu tidak ada yang hadir kecuali
anak-anak nabi Ya’qub. Pertanyaan ini sebenarnya merupakan sebuah kritik kepada
mereka yang menyekutukan Allah dengan dalih mengikuti ajaran Nabi Ya’qub.
Ketika mendengar nabi Ya’qub bertanya, mereka dengan
tegas dan serempak menjawab, “Kami kini dan nanti akan terus-menerus menyembah
Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, dan putra Nabi Ibrahim dan
juga pamanmu yang sepangkat dengan ayahmu yaitu lsma‘il serta Tuhannya ayah
kandungmu wahai ayah kami Nabi Ya’qub, yaitu Ishaq.” Tuhan yang dimaksud di
sini Adalah Allah SWT.
Menjadi ayah kompeten adalah tantangan sebenarnya bagi
sebuah keluarga. Selamat mengikuti Kirab Muharram Asih Putera, semoga dengannya
ikatan keluarga terbuhul lebih kuat. Selamat Tahun Baru Islam 1446 H.*