Yayasan Asih Putera Hotline : 081320267490
Image

Asih Putera Bincang Kirab Muharram: Tantangan Menjadi Ayah Kompeten

Oleh: Edi S. Ahmad (Ketua Yayasan Asih Putera)

Keluarga adalah satuan terkecil masyarakat, dan masyarakat adalah komponen pembentuk negara dan bangsa. Kepada siapakah disandarkan harapan masa depan sebuah bangsa? Kepada masyarakatnya tentu. Sementara masyarakat bersandar pada lembaga keluarga dalam upaya pelestarian dan penegakan nilai-nilai luhurnya. Jadi tidaklah salah bila ada ungkapan: bangsa yang kuat berawal dari keluarga-keluarga yang kuat. 

Character Building (membangun karakter) adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan/atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukkan perangai dan tingkah laku yang baik. Dengan membangun karakter keluarga yang kuat, masyarakat dan bangsa akan menjadi kuat.

Menurut Zakiah Daradjat (Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Bulan Bintang, 1987:71), terdapat tiga lingkungan yang bertanggung jawab dalam mendidik generasi. Ketiga lingkungan tersebut adalah keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya. Tetapi, dari ketiganya, lingkungan keluarga yang memiliki tanggung jawab utama dan pertama dalam pendidikan.

Hari ini, lembaga keluarga didera berbagai tantangan dan ujian. Dari fondasinya, keluarga dihadapkan pada kampanye masif tentang konsep keluarga sesama jenis (LGBT), berkeluarga tetapi memutuskan untuk tidak memiliki anak (childfree), hidup berpasangan tanpa ikatan pernikahan, dan entah apa lagi nanti ke depannya. Sementara terhadap nilai-nilai luhur keluarga, seperti kehormatan dan tanggung jawab, ayah bunda harus menerima kenyataan bahwa gadget telah merangsek jauh ke inti keluarga dengan membawa potensi nilai yang bertentangan dengan moral dan agama.

Bagi sosok ayah sebagai kepala keluarga, tantangan ini tentu harus dihadapi dan disikapi secara benar dan proporsional. Tanggung jawab seorang ayah boleh jadi sama dari masa ke masa, akan tetapi tuntutan kompetensi seorang ayah bisa jadi berlainan. Garis besar tanggung jawab seorang ayah termuat dalan Alqur’an Surat An-Nisaa’, 4: 9. Sementara nilai-nilai universal keluarga tergambar dari nasihat Luqman kepada anaknya yang diabadikan di dalam Alqur’an Surat Luqman, 31: 12-19.

Tampak dalam nasihat Luqman di atas bahwa sosok ayah memiliki peran sebagai motivator dan inspirator yang dibutuhkan oleh anak-anaknya. Sebab motivasi dan dukungan ayah mampu memengaruhi kehidupan mental anak sehingga anak lebih kuat dalam menghadapi rintangan dan tentangan yang kelak dihdapinya. Kita akan dapat menilai seberapa baik dan seberapa berkualitas sikap dan keputusan yang diambil anak saat menghadapi situasi yang menekannya, terpulang pada kesiapan dan kekuatan mentalnya.

Menjadi motivator berarti membangun komunikasi dan ikatan (bonding) dari hati ke hati, benar dan adil dalam menempatkan posisi dirinya, tidak cukup dengan lisan akan tetapi jauh lebih efektif dengan contoh dan keteladanan. Sebagai seorang insprirator, seorang ayah bagaimanapun haruslah menjadi sosok ayah yang cageur (sehat jasmani dan rohani), bageur (matang secara emosi dan sosial), bener (teguh pada nilai-nilai luhur dan ajaran agama), pinter (berorientasi pada problem solving), serta singer (berjiwa merdeka dan melayani).

Maraknya gadget di kalangan anak dan remaja perlu menjadi perhatian serius setiap keluarga. Ayah yang peduli dan waspada terhadap dampak negatifnya yang sulit terukur akan membatasi penggunaan gadget bagi anaknya.  Orangtua yang lemah akan berlindung dibalik ungkapan “menghargai privasi” ketika ia tidak berusaha untuk mengambil kuasa gadget dari anaknya. Oleh karena itulah dari sejak awal perlu dibangun komitmen bahwa memberi fasilitas gadget kepada anak hanya sebatas memenuhi keperluannya saja. Anak tidak boleh mengubah password hp yang sudah ditetapkan, dan segera mengembalikan gadget itu setibanya mereka di rumah. 

Melalui gadget anak dapat mengakses internet. Di internet segala hal tersedia, menawarkan apa yang kita inginkan bahkan ketika masih berupa bersitan pikiran. Satu hal, yakni habisnya waktu anak bersama gadget akan mengurangi kesempatan mereka “mengalami” kehidupan. Pengalaman mengarungi kehidupan virtual membawa dampak munculnya peristiwa yang tidak diinginkan, seperti anak melakukan bunuh diri untuk alasan yang tidak diketahui, atau anak kecelakaan karena mencoba sesuatu yang mereka tonton. Sejumlah badan kesehatan negara bagian AS mengungkap studi yang menunjukkan bahwa remaja yang menghabiskan lebih dari tiga jam sehari di media sosial menghadapi risiko dua kali lipat masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi.

Hari ini, ayah ditantang untuk secara kreatif hadir mengatasi masalah ini. Beberapa sekolah seperti Madrasah Asih Putera dan Sekolah Interaktif Gemilang Mutafannin bersama-sama dengan orangtua murd telah menerapkan aturan bahwa anak tidak diberi hak penguasaan gadget. Mereka hanya boleh menggunakan sebatas keperluan. Sesampainya di sekolah gadget dititipkan di wali kelas, dan sepulangnya dari sekolah gadget dikembalikan kepada orangtua.

Ayah yang berhasil dalam memerankan dirinya sebagai kepala keluarga digambarkan Alqur’an sebagaimana situasi yang terjadi pada keluarga Nabi Ya’qub menjelang Nabi Ya’qub meninggal dunia. Kejadian ini diabadikan oleh Alqur’an dalam Surah Al-Baqarahh, 2: 133.

“Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya’qub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, Ismail dan Ishak, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami (hanya) berserah diri kepada-Nya.” 

Menurut Quraish Shihab, ketika Allah berfirman, “Apakah kamu menjadi saksi saat maut akan menjemput Ya’qub, ketika dia berkata kepada anak-anaknya,” Dia tidak sedang bertanya mengenai kehadiran para penduduk Bani Israil, karena pada waktu itu tidak ada yang hadir kecuali anak-anak nabi Ya’qub. Pertanyaan ini sebenarnya merupakan sebuah kritik kepada mereka yang menyekutukan Allah dengan dalih mengikuti ajaran Nabi Ya’qub.

Ketika mendengar nabi Ya’qub bertanya, mereka dengan tegas dan serempak menjawab, “Kami kini dan nanti akan terus-menerus menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu yaitu Ibrahim, dan putra Nabi Ibrahim dan juga pamanmu yang sepangkat dengan ayahmu yaitu lsma‘il serta Tuhannya ayah kandungmu wahai ayah kami Nabi Ya’qub, yaitu Ishaq.” Tuhan yang dimaksud di sini Adalah Allah SWT.

Menjadi ayah kompeten adalah tantangan sebenarnya bagi sebuah keluarga. Selamat mengikuti Kirab Muharram Asih Putera, semoga dengannya ikatan keluarga terbuhul lebih kuat. Selamat Tahun Baru Islam 1446 H.*