Yayasan Asih Putera Hotline : 081320267490
Image

Guru yang Menggairahkan

Oleh: Edwin Wahyudin, M.Pd.

(Guru MA Multiteknik Asih Putera)

Membaca judul tulisan ini tentu banyak menimbulkan tanda tanya, terutama ketika ditujukan kepada kata “menggairahkan”. Betul memang, kata “menggairahkan” memiliki makna yang banyak. Makna-makna itu bisa dimaknai negatif atau positif. Misal, diartikan dengan meningkatkan kegairahan (kebirahian). Namun selain itu, “kegairahan” dimaknai juga menyemangati, mengobarkan, menggembirakan, memotivasi, menggerakkan, dll.

Lalu, bagaimana kaitannya dengan guru? Pemikiran yang ingin diusung di sini adalah ingin memunculkan sebuah profil bagaimana seorang guru yang mampu menggairahkan murid-muridnya dalam konteks pembelajaran. Guru menggairahkan yang dimaksud adalah seorang guru yang mampu memberi semangat, mengobarkan cita-cita, menggembirakan dalam setiap pertemuannya, memotivasi untuk melakukan yang terbaik, dan terus menggerakkan ke arah perbuatan yang terpuji dan keinginan berprestasi.

Adakah guru yang dimaksudkan di atas? Tentunya ada. Mungkin Bapak/Ibu guru yang membaca tulisan ini adalah bagian di dalamnya. Atau Bapak/Ibu orang tua yang sekaligus sebagai guru di rumah.  Tentu saja di antara mereka hadir guru-guru kita yang sampai sekarang masih terngiang sebagian nasihatnya, masih tergambar bagaimana perilakunya, masih teringat bagaimana sikapnya kepada kita. Itulah guru-guru yang menggairahkan.

Di sini, penulis hanya ingin menggambarkan sedikit profil “guru yang menggairahkan” tersebut. Masih ingatkah dengan sebuah Novel karya Andrea Hirata yang berjudul “Laskar Pelangi”? Tentu masih pada ingat, ya. Novel ini diinisiasi atau terinspirasi dari sebuah kisah nyata tentang perjalanan 10 anak yang berasal dari dusun atau kampung yang sederhana, kampung nelayan di daerah Sumatera Selatan, tepatnya di Desa Gantung, Kec. Gantung, Kabupaten Belitung Timur, Kepulauan Bangka Belitung. Kesepuluh anak ini bersekolah di sekolah yang sangat sederhana, bahkan nyaris roboh.

Di balik kisah heroik “Laskar Pelangi” ini, terdapat perjuangan dua orang guru yang hebat, yaitu Pak Harfan Efendy Noor (Kepala Sekolah SD Muhammadiyah) dan Ibu Muslimah. Pak Noor adalah seorang guru sekaligus kepala sekolah yang tak pernah putus asa, pantang menyerah, dan menghabiskan seluruh jiwa raganya untuk pendidikan, untuk kemajuan anak-anak “Gantong” ke depannya. Ibu Muslimah yang gigih memberikan semangat kepada Pak Noor agar tetap membuka SD Muhammadiyah tersebut. Saat itu, Pak Noor sudah hampir berputus asa karena jika muridnya kurang dari 10 orang, maka Dinas Pendidikan Belitung akan menutupnya. Selain itu, Ibu Muslimah terus memberikan semangat kepada murid-muridnya, membimbingnya tanpa henti dan tanpa kenal lelah. Upah yang tak seberapa tidak menjadi alasan baginya untuk surut berjuang. Semua dilakukan demi kemajuan anak-anak Gantung. Hasilnya luar biasa, beberapa dari mereka menjadi orang yang hebat dan mampu membanggakan daerah Belitung.

Apa yang hebat dari kedua guru tersebut? Jiwanya. Jiwa (ruh) yang terpatri dalam dirinya adalah keinginan memperjuangkan pendidikan tanpa kenal lelah, tanpa pilih kasih, dan tanpa keluh kesah walau peluh mereka dibayar dengan tidak seberapa.

Inilah yang digaungkan oleh seorang guru besar, guru yang mampu melahirkan generasi yang hebat, guru yang mampu menjadikan madrasahnya menjadi pusat pendidikan Islam dari berbagai penjuru Indonesia, yang lulusannya sudah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Beliau adalah Pimpinan Pondok Modern Darussalam, Gontor. Beliau adalah Kyai Dr. H. Syukri Zarkasyi, M.A. Beliau mengajarkan kepada guru-guru atau asatidz/asatidzah di sana agar melaksanakan salah satu teori pendidikan yang digaungkannya, yaitu: 

At-thorikotu ahammu minal maddah wal mudarisu ahammu minat tharikoh wa ruhul mudaris ahammu minal mudarris yang artinya: Cara atau Metode itu lebih penting dari pada Materi (Materi pengajaran), Guru lebih penting dari Metode, dan Ruh (Jiwa) seorang Guru itu lebih penting lagi dari guru itu sendiri.

Beberapa pelajaran yang dapat dipetik oleh kita sebagai pendidik dari mereka adalah:

        1.       Ikhlas

Ikhlas adalah inti jiwa. Dialah yang menggerakkan seluruh anggota badan untuk melakukan suatu tindakan dengan sempurna. Sir Pency Nunn, seorang guru besar pendidikan di University of London mengatakan bahwa baik buruknya suatu pendidikan tergantung kepada kebaikan, kebijakan dan kecerdasan pendidiknya (Akbar, 2015). KH. Hasyim Asy’ari, seorang Guru Besar Islam Indonesia menyampaikan banyak pesan untuk para guru. Di antaranya adalah menjaga niat untuk beribadah dan menjaga diri dari keinginan mengejar keduniawian.

2.       Semangat berjuang tanpa lelah

Semangat adalah bukti jihad atau kesungguhan dalam melakukan suatu amalan. Tanpa lelah adalah bentuk perjuangan yang tidak mudah berputus asa. Perasaan kecewa terhadap murid-murid yang tidak segera melakukan perubahan ke arah yang lebih baik harus segera dipendam karena tujuan dari sebuah pendidikan bukan melulu ditujukan pada hasil yang segera, tapi pendidikan adalah sebuah proses yang harus dinikmati. Durasinya bisa jadi panjang. Bahkan bisa jadi, saat ajal menjelang, baru dia tersadarkan akan pendidikan yang kita arahkan. Bukankah Allah SWT Maha Pemaaf, bahkan akan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya yang meminta ampun saat ajalnya mau menjemput!

 3.       Tanpa pilih kasih

Setiap orang membutuhkan pendidikan. Setiap murid membutuhkan seseorang yang membimbingnya agar menjadi orang yang lebih berhasil di kemudian hari. Apapun latar belakang sosialnya, latar belakang potensi kecerdasannya, bahkan apapun latar belakang agamanya. Mereka semua berhak mendapatkan pendidikan yang terbaik. Seperti yang ditunjukkan oleh Ibu Muslimah dan Pak Noor ketika menerima Harun, anak yang berusia 15 tahun dan memiliki keterbelakangan mental. Mereka tetap mengajarinya, mendidiknya, dan membimbing Harun untuk bisa belajar dan diterima oleh teman-teman yang lainnya.

4.       Selalu mencari jalan keluar

Seorang guru yang ikhlas, semangat, dan tidak mudah berputus asa pasti akan selalu mencari jalan keluar dari suatu permasalahan yang menghimpitnya. Bagi mereka yang memiliki jiwa seperti ini, pasti akan selalu dibantu oleh Yang Maha Kuasa, Allah SWT. Mereka yang beriman dan bertakwa akan diberikan hidayah, dadanya menjadi lapang dan mudah menerima segala kebaikan. Mereka akan dimudahkan mencari jalan keluar saat kesulitan (QS.Ath-Thalaq: 2-4).

 5.       Ceria dan bersahabat

Rasa inilah yang paling menggairahkan anak-anak. Guru yang dirundung masalah saat di rumah, guru yang kecewa pada atasan atau kepada teman sejawat, atau bahkan guru itu kecewa terhadap murid-muridnya, tidak dia tampakkan kepada murid-murid yang ada di hadapannya. Dia memandang murid-muridnya penuh dengan harapan. Dia menyampaikan nasihat dengan lembut juga tegas. Dia menatap anak didiknya dengan penuh kasih sayang. Tangannya yang selalu menggenggam mereka dan mengelus rambut dan punggung mereka agar mereka siap dan merasa nyaman saat belajar. Dari bibirnya selalu tersebar salam dan senyum, serta sapa yang hangat.

Tidak ada kata yang cukup untuk menyampaikan berbagai kebaikan, termasuk penunjukkan profil “guru yang menggairahkan” yang penulis sampaikan di atas. Pasti banyak yang belum terungkap.  Walau hanya sepotong ulasan, mudah-mudahan ada manfaat dan pelajaran yang dapat kita raih.

Semoga kita menjadi bagian dari guru yang menggairahkan, yang menjadi penyemangat dan menjadi penggerak bagi anak didik kita ke arah yang lebih baik, ke arah prestasi yang hakiki, bahagia dunia dan akhirat.

(Dari berbagai sumber)

Wallahu A’lam.