Yayasan Asih Putera Hotline : 081320267490
Image

Pandemi Adalah Masa Uji

Belajar di Rumah Lagi

Oleh:  Edwin Wahyudin, M.Pd.

Rasanya, baru beberapa pekan ke belakang seluruh sekolah di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat, menyelenggarakan PTM 100 persen secara terbatas. Tepatnya, per Januari 2022. Namun, dengan maraknya masyarakat terpapar Covid-19, keputusan itu pun dicabut untuk sementara waktu. Kota Cimahi memutuskan untuk menyelenggarakan  pembelajaran jarak jauh (PJJ). Tepatnya per pertengahan Februari 2022. Entah berapa lama keputusan ini berlaku. Harapannya adalah dua pekan saja. Setidaknya berdasarkan asumsi, dua pekan itu adalah masa inkubasi virus selesai.

Harapan itu sepertinya sedikit meredup karena melihat kondisi di lingkungan sekolah sendiri. Ya, tepatnya di madrasah Asih Putera. Mulai pertengahan Februari 2022 kemarin, kabar berdatangan dari orang tua, anaknya terinfeksi virus Covid-19. Kabar dimulai dari orang tua MI, TK, MTs, dan terakhir dari MA. Otomatis, manajemen madrasah akan mengulur proses PJJ menjadi bertambah dua pekan ke depan.

Masa pandemi ini memang memberikan dua sisi yang saling menyinggung, sisi negatif dan positif. Sisi negatifnya adalah proses pembelajaran dilakukan di rumah. Ketika belajar di rumah (BDR), kondisi setiap keluarga berbeda, terutama terkait fasilitas pembelajaran online. Mereka harus menggunakan kuota yang cukup. Belum lagi, jika dalam satu keluarga itu ada dua orang atau lebih kakak-adik yang mengikuti BDR dan media yang dipakai terbatas, misal laptop atau HP. Selain pada kurangnya fasilitas, BDR menyisakan permasalahan lain, yaitu proses pendampingan yang tidak maksimal. Orang tua yang menjadi fasilitator, tidak begitu banyak memahami materi ajar. Selain itu, mereka pun disibukkan dengan pekerjaannya masing-masing.


Namun demikian, pandemi ini pun memberikan sisi positif bagi orang tua dan anak-anak. Ketika BDR, kesempatan orang tua membersamai anak-anak dalam belajar bisa lebih intens. Terlebih jika orang tua memiliki jadwal kerja di rumah (WFH ‘work from home’). Kesempatan untuk memberikan nilai-nilai pendidikan, menyampaikan nilai-nilai moral keluarga terbuka dan pengikatan rasa antara orang tua dan anak semakin kuat dan lekat.

Masa pandemi ini juga bisa disebut sebagai masa uji. Allah SWT berfirman, “Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)” (QS. Al-Anbiya [21:35]). Apakah orang tua, guru, dan anak-anak tergolong ke dalam orang-orang yang sabar ataukah tergolong pada golongan fasik: tidak bersyukur dan mudah berputus asa.

Pandemi Covid-19 ini dipandang sebagai bencana. Sebagai orang yang beriman wajib  untuk bersabar. Orang yang beriman meyakini semua musibah yang ditimpakan adalah ketetapan dari Allah SWT. “Tidak ada bencana (apapun) yang menimpa di bumi dan tidak (juga yang menimpa) dirimu, kecuali telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum kami mewujudkannya”, Qs. Al-Hadiid: 22.  Maka, setiap orang yang beriman itu pantasnya  mengatakan sesuatu yang diajarkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw. Katakanlah (Muhammad), “Tidak akan menimpa kami, melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami”, at-Taubah: 51.

Selain itu, orang yang beriman meyakini segala apa yang ditetapkan oleh Allah SWT adalah yang terbaik. Bencana adalah sesuatu yang tidak diharapkan. Karena tidak diharapkan, dia menjadi sesuatu yang tidak disukai. Allah SWT menyampaikan, “.... Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui,” al-Baqarah: 216.

Jadi, kami, manajemen madrasah menganggap musibah pandemi ini adalah sebagai media untuk berintrospeksi. Selain itu, musibah ini juga menjadi pelecut untuk meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan pembelajaran, terutama dalam hal penggunaan teknologi. Guru-guru dituntut untuk menemukan media-media pembelajaran yang lebih atraktif dan komunikatif. Bahkan, ada di antara guru-guru yang mampu membuat media pembelajaran tersebut.

Selain terampil menggunakan media teknologi, guru-guru juga dituntut untuk terampil memetakan materi ajar dari yang sederhana ke yang rumit, dari yang sederhana ke yang kompleks, dari materi ringan ke yang berat, dari materi inti ke materi pelengkap. Dengan begitu, guru menjadi efektif memberikan pengajarannya. Tidak melulu dituntut oleh banyaknya materi dalam sebuah buku, tetapi lebih selektif kepada materi-materi pokok yang substantif dan bermakna.

Kesimpulannya, pandemi Covid-19 ini bagi madrasah adalah sesuatu yang mengasyikkan sekaligus menegangkan. Mengasyikkan karena guru-guru menjadi lebih kreatif dan tersibukkan dengan berkarya. Menegangkan karena khawatir tujuan pendidikan tidak tercapai. Tidak begitu mengenal anak-anak karena jarang bertatap muka. Sekali bertatap, bertatap maya melalui layar laptop atau HP, tetapi terkadang anak-anak suka malu menampakkan mukanya sehingga tidak jarang guru yang tak mengenali anak didiknya. Semuanya memiliki sisi positif dan negatif, bergantung bagaimana menyikapinya. Namun, jika kita beriman, maka sesuatu yang negatif pun harus menjadi hal yang positif.

“Berpikirlah sesuatu yang positif karena Tuhan bergantung pada asumsi dirinya atau sesuai prasangka hambanya”.

Wallahu A’lam