Pandemi Adalah Masa Uji
Belajar di Rumah Lagi
Oleh: Edwin Wahyudin, M.Pd.
Rasanya, baru
beberapa pekan ke belakang seluruh sekolah di Kota Cimahi, Provinsi Jawa Barat,
menyelenggarakan PTM 100 persen secara terbatas. Tepatnya, per Januari 2022.
Namun, dengan maraknya masyarakat terpapar Covid-19, keputusan itu pun dicabut
untuk sementara waktu. Kota Cimahi memutuskan untuk menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh (PJJ). Tepatnya per
pertengahan Februari 2022. Entah berapa lama keputusan ini berlaku. Harapannya
adalah dua pekan saja. Setidaknya berdasarkan asumsi, dua pekan itu adalah masa
inkubasi virus selesai.
Harapan itu
sepertinya sedikit meredup karena melihat kondisi di lingkungan sekolah
sendiri. Ya, tepatnya di madrasah Asih Putera. Mulai pertengahan Februari 2022
kemarin, kabar berdatangan dari orang tua, anaknya terinfeksi virus Covid-19.
Kabar dimulai dari orang tua MI, TK, MTs, dan terakhir dari MA. Otomatis,
manajemen madrasah akan mengulur proses PJJ menjadi bertambah dua pekan ke
depan.
Masa pandemi ini memang memberikan dua sisi yang saling menyinggung, sisi negatif dan positif. Sisi negatifnya adalah proses pembelajaran dilakukan di rumah. Ketika belajar di rumah (BDR), kondisi setiap keluarga berbeda, terutama terkait fasilitas pembelajaran online. Mereka harus menggunakan kuota yang cukup. Belum lagi, jika dalam satu keluarga itu ada dua orang atau lebih kakak-adik yang mengikuti BDR dan media yang dipakai terbatas, misal laptop atau HP. Selain pada kurangnya fasilitas, BDR menyisakan permasalahan lain, yaitu proses pendampingan yang tidak maksimal. Orang tua yang menjadi fasilitator, tidak begitu banyak memahami materi ajar. Selain itu, mereka pun disibukkan dengan pekerjaannya masing-masing.
Namun demikian,
pandemi ini pun memberikan sisi positif bagi orang tua dan anak-anak. Ketika
BDR, kesempatan orang tua membersamai anak-anak dalam belajar bisa lebih intens.
Terlebih jika orang tua memiliki jadwal kerja di rumah (WFH ‘work from home’).
Kesempatan untuk memberikan nilai-nilai pendidikan, menyampaikan nilai-nilai
moral keluarga terbuka dan pengikatan rasa antara orang tua dan anak semakin
kuat dan lekat.
Masa pandemi ini
juga bisa disebut sebagai masa uji. Allah SWT berfirman, “Kami akan menguji
kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)”
(QS. Al-Anbiya [21:35]). Apakah orang tua, guru, dan anak-anak tergolong ke
dalam orang-orang yang sabar ataukah tergolong pada golongan fasik: tidak
bersyukur dan mudah berputus asa.
Pandemi Covid-19
ini dipandang sebagai bencana. Sebagai orang yang beriman wajib untuk bersabar. Orang yang beriman meyakini
semua musibah yang ditimpakan adalah ketetapan dari Allah SWT. “Tidak ada
bencana (apapun) yang menimpa di bumi dan tidak (juga yang menimpa) dirimu,
kecuali telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuz) sebelum kami mewujudkannya”,
Qs. Al-Hadiid: 22. Maka, setiap orang
yang beriman itu pantasnya mengatakan
sesuatu yang diajarkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw. Katakanlah
(Muhammad), “Tidak akan menimpa kami, melainkan apa yang telah ditetapkan Allah
bagi kami”, at-Taubah: 51.
Selain itu, orang
yang beriman meyakini segala apa yang ditetapkan oleh Allah SWT adalah yang
terbaik. Bencana adalah sesuatu yang tidak diharapkan. Karena tidak diharapkan,
dia menjadi sesuatu yang tidak disukai. Allah SWT menyampaikan, “.... Boleh
jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu
menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu
tidak mengetahui,” al-Baqarah: 216.
Jadi, kami,
manajemen madrasah menganggap musibah pandemi ini adalah sebagai media untuk
berintrospeksi. Selain itu, musibah ini juga menjadi pelecut untuk meningkatkan
keterampilan dalam melaksanakan pembelajaran, terutama dalam hal penggunaan
teknologi. Guru-guru dituntut untuk menemukan media-media pembelajaran yang
lebih atraktif dan komunikatif. Bahkan, ada di antara guru-guru yang mampu
membuat media pembelajaran tersebut.
Selain terampil menggunakan media teknologi, guru-guru juga dituntut untuk terampil memetakan
materi ajar dari yang sederhana ke yang rumit, dari yang sederhana ke yang
kompleks, dari materi ringan ke yang berat, dari materi inti ke materi
pelengkap. Dengan begitu, guru menjadi efektif memberikan pengajarannya. Tidak
melulu dituntut oleh banyaknya materi dalam sebuah buku, tetapi lebih selektif
kepada materi-materi pokok yang substantif dan bermakna.
Kesimpulannya,
pandemi Covid-19 ini bagi madrasah adalah sesuatu yang mengasyikkan sekaligus
menegangkan. Mengasyikkan karena guru-guru menjadi lebih kreatif dan
tersibukkan dengan berkarya. Menegangkan karena khawatir tujuan pendidikan
tidak tercapai. Tidak begitu mengenal anak-anak karena jarang bertatap muka.
Sekali bertatap, bertatap maya melalui layar laptop atau HP, tetapi terkadang
anak-anak suka malu menampakkan mukanya sehingga tidak jarang guru yang tak
mengenali anak didiknya. Semuanya memiliki sisi positif dan negatif, bergantung
bagaimana menyikapinya. Namun, jika kita beriman, maka sesuatu yang negatif pun
harus menjadi hal yang positif.
“Berpikirlah
sesuatu yang positif karena Tuhan bergantung pada asumsi dirinya atau sesuai
prasangka hambanya”.
Wallahu
A’lam