Yayasan Asih Putera Hotline : 081320267490
Image

Penguasaan Gawai

Oleh: Edi S. Ahmad 

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut bahwa angka kelahiran remaja usia 15-19 tahun di Indonesia mengalami kenaikan. “Pada 2021, angka ASFR (Age Specific Fertility Rate) usia 15-19 tahun atau banyaknya kelahiran tiap 1000 perempuan pada kelompok umur 15-19 tahun mencapai 20,49. Namun pada 2022 angka ASFR naik menjadi 26,64 per 1.000 WUS,” kata Direktur Bina Kesehatan Reproduksi BKKBN, Safrina Salim, seperti yang dikutip Kantor Berita Antara, Rabu, 12 Juli 2023.

Safrina menuturkan, data yang dihimpun BKKBN itu bukan kabar baik bagi anak-anak bangsa, karena berkaitan erat dengan terjadinya pernikahan dini dan kelahiran di usia remaja. Menurutnya, penyebab angka ASFR terus naik salah satunya adalah akses informasi di media sosial yang semakin pesat di zaman serba modern ini. Hal itu menjatuhkan remaja pada masalah kesehatan reproduksi seperti perkawinan anak, kehamilan yang tidak diinginkan (KTD), infeksi menular seksual (IMS), HIV/AIDS, kesehatan mental, penyimpangan orientasi seksual, dan terjadinya tindak kekerasan seksual. 

Sementara itu, ada data lain dari Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Pada tahun 2017 SDKI mencatat pada remaja di Indonesia yang sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah, yang paling muda direntang umur 14-15 tahun sebanyak 20 persen, diikuti dengan usia 16-17 tahun sebesar 60 persen. Sedangkan di umur 19-20 tahun sebanyak 20 persen.

Dari dua kutipan data di atas, kita perlu menyoroti besarnya pengaruh gawai dalam mendorong perilaku pergaulan bebas pada remaja, dan pada gilirannya berujung pada perbuatan zina dan hubungan seksual di luar nikah. Penguasaan gawai yang bebas tanpa pengawasan dari orang dewasa terdekat, menyebabkan para remaja belia ini kebablasan dalam mengekplorasi rasa ingin tahunya, termasuk dalam mengakses konten-konten pornografi yang menimbulkan rangsangan berahi.

Pada usia tersebut kendali moral dan nilai-nilai agama belumlah ajeg. Rasa ingin tahu yang besar dan hasrat untuk mencoba banyak hal telah seharusnya diimbangi dengan arahan dan pengawasan yang tepat dari orang dewasa di sekitarnya. Situasi ini hakikatnya adalah ujian kehidupan bagi remaja dalam membuat keputusan yang benar dari pilihan-pilihan halal-haram, baik-buruk, dan benar-salah. Juga bagian dari proses penumbuhan kesadaran akan tanggung jawabnya sebagai manusia secara utuh, yakni sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya.

Tangung jawab itu akan tumbuh jika dan hanya jika lingkungan mendukungnya. Komunikasi dalam keluarga yang terbuka, guru-guru yang perhatian, serta lingkungan pertemanan yang sehat, secara bersama dan kolektif akan membantu mereka tumbuh menjadi pribadi yang kuat, baik secara fisik, mental, maupun moralnya.

 Ilmu Pengenalan

Perilaku seks bebas di kalangan remaja menimbulkan pertanyaan tentang seberapa jauh dunia pendidikan mengantisipasi hal ini. Apakah hal ini dapat dianggap sebagai ekses dari kemajuan zaman sehingga dipandang sebagai sebuah keniscayaan, ataukah sebagai indikator kegagalan pendidikan?

Dari sudut pandang Islam, bagian penting dari dampak (outcome) pendidikan yang diharapkan adalah kesiapan anak didik untuk menjadi matang dan dewasa serta memiliki kemampuan dan tanggung jawab dalam memikul beban syariat agama. Sehingga hal terpenting dalam proses pembelajaran di sekolah, adalah bagaimana membelajarkan “ilmu pengenalan” di samping ilmu pengetahuan (sains). Ilmu pengenalan bersifat wajib ain, sementara ilmu pengetahuan bersifat wajib kifayah.

Ilmu pengenalan adalah ilmu yang membahas tentang hakikat keberadaan diri. Dari mana dia datang, siapa yang menciptakan, dan untuk tujuan apa ia diciptakan. Karena tidaklah mungkin sesuatu hadir atau diciptakan, tanpa tujuan. Sesederhana apapun keberadaan dari sesuatu, dapat dipastikan memiliki fungsi atau manfaat. Untuk tujuan itulah ia diciptakan.

Ilmu pengenalan akan mengenalkan siswa pada Allah SWT dan Rasul-Nya, Alqur’an, para malaikat, Hari Kiamat dan penghitungan amal, takdir baik dan buruk, serta tentang adanya kehidupan yang kekal di surga atau neraka. Pengenalan ini diharapkan akan membentuk pola pikir (mindset) dan pola perilaku seorang muslim.

Begitupun pengenalannya terhadap ibadah khusus seperti syahadat, shalat, zakat dan infak, puasa, dan berhaji akan membentuk kebiasaan dan gaya hidupnya. Sementara pengenalannya pada ibadah umum seperti bagaimana cara berkeluarga, bertetangga, berdagang, bekerja, dan lain-lain, akan membawanya menjadi individu dan anggota masyarakat yang baik dan produktif.

Dengan kata lain, ilmu pengenalan bermuara pada perubahan sikap, atau dalam bahasa pendidikan adalah penumbuhan karakter dan keterampilan hidup (life skill).

Fenomena pergaulan dan seks bebas di kalangan remaja belia yang notabene adalah pelajar, harus dipandang sebagai bentuk kegagalan pendidikan. Kegagalan dalam kemampuan menjaga dan mengawal siswa sampai pada kemampuan untuk membuat keputusan yang benar bagi diri dan masa depannya. Kegagalan dalam memahami hakikat pendidikan, ketika pendidikan dianggap sama dan sebangun dengan transfer pengetahuan semata.

Penguasaan Gawai

Orangtua dan sekolah harus bersama-sama dan bekerja sama mengatasi maraknya penggunaan gawai yang tanpa batas ini di kalangan siswa atau pelajar. Pengawasan yang ketat terhadap penggunaan gawai pada usia remaja ini perlu ditingkatkan secara sistematis.

Fakta bahwa gawai adalah sarana modern yang diperlukan untuk menunjang berbagai aspek kehidupan tidak perlu diperdebatkan. Sehingga penggunaan gawai pada anak usia remaja adalah keniscayaan. Akan tetapi penggunaan atau pemanfaatan gawai sebagai alat, tidak berarti anak memiliki hak penguasaan atas gawai tersebut. Gawai pada dasarnya boleh dimanfaatkan tetapi tidak boleh dimiliki dan atau dalam penguasaan mereka.

Dengan demikian gawai tidak boleh menjadi milik pribadi anak. Ia hanya diberi kuasa untuk memanfaatkan, bukan kuasa memiliki. Sewaktu-waktu gawai itu dapat diminta oleh orangtuanya atau gurunya, dan kepadanya diberikan akses untuk memeriksa jejak digital penggunaannya.

Model pengendalian eksternal ini diperlukan, mengingat bahwa usia remaja adalah masa dengan dorongan rasa ingin tahu yang besar, sementara nilai-nilai dan pagar moralnya belumlah ajeg. Pendidik dan keluarga harus hadir untuk menyelamatkan mereka.

 

Akhir Agustus 2023

Edi Sudrajat Ahmad (Ketua Yayasan Asih Putera)