
Perilaku Konsumtif yang Bikin Defisit
Oleh: Dra. Imas Wina Triana (Guru MI Asih Putera)
Ramadhan selalu penuh berkah.
Semua orang menyambutnya dengan gembira. Semua kegiatan turut meramaikan
datangnya Bulan Suci Ramadhan.
Dalam setiap kesempatan perayaan
suatu agama, tentu para pelaku ekonomi melihat ini sebagai peluang yang luar
biasa. Pasar terbuka lebar, mereka berlomba untuk menawarkan produk sehingga
tumpah ruah, lengkap dengan berbagai
kemudahan dan keringanan untuk mendapatkannya.
Strategi penjualan bertaburan di sana sini. Kita tak perlu lagi harus
pergi mencari, tidak perlu ke supermarket dan berjejalan untuk mendapatkan sale-sale dengan berbagai diskon. Sekarang, hanya dengan bermodalkan gadget
sederhanapun, semua barang bisa datang ke ruang pribadi masing-masing. Toh saat
ini, setiap orang sudah tidak bisa lepas dari koneksi dengan jaringan media.
Hal itu tidak akan mengurangi
kekhusyuan apa pun di Bulan Ramadhan, manakala
secara ekonomi siap dari
sebelumnya. Sudah diprogram, dibagi-bagi waktunya kapan saat kita beribadah,
bekerja, mengurus rumah, kapan kita melanglang dunia melalui belanja dan
kegiatan lainnya. Kalau mengikuti Utsman bin Affan, siang hari sebagai saudagar
yang luar biasa, malam hari ibadahnya pun luar biasa.
Yang agak riskan adalah ketika
nyerempet pada perilaku konsumtif. Perilaku konsumtif adalah perilaku individu
yang senang membelanjakan uang tanpa pertimbangan yang matang. Perilaku ini tak bisa lepas dari gaya hidup
yang serba praktis dan mobile, didukung teknologi canggih yang
memudahkan berbagai kepentingan dan adanya daya beli. Ketika masih memiliki
daya beli, perilaku konsumtif itu mengasyikan. Kita bisa membeli apa yang
dibutuhkan juga yang diinginkan... tetapi, ketika daya beli mengalami penurunan atau masalah, sementara perilaku konsumtif sudah
menjadi karakter karena pengendalian
diri yang kurang, tentu akan mempengaruhi kesehatan finansial.
Tawaran yang datang dari orang
terdekat, saudara, teman, tetangga, dengan berbagai pertimbangan: butuh, atau nggak
enak kalau menolak, kasihan, solider dong saya juga suka menawarkan sesuatu.
Perlu, ataukah ingin, bahkan mungkin tanpa
terasa jadi ketagihan eksis, apalagi ini
limited edition... orang lain nggak akan ada yang punya. Kalau
beli ini sekarang, nanti ketemu teman,
kerabat bakal nyambung karena up date dengan topik yang sedang
IN, dan menarik bahasannya untuk bisa
diakui dan bertahan dalam suatu kelompok atau komunitas.
Seringkali karena alasan “Ah, ini kan keperluan si adik, ini untuk yang
besar, ayahnya belum dapat apa-apa, sambil nunggu aku bisa beli yang terbaru,
mumpung ada moment 04-04- pada pukul 04 ... dan begitu seterusnya.
Sepertinya, setiap menyambut hari
lebaran itu segala sesuatu menjadi nampak sangat diperlukan, menjadi penting dan prioritas. Beli
sekarang mungpung ada rejekinya, apalagi ada
uang THR. Dalih karena butuh atau perlu, bahkan hanya ingin, seakan berebut
terus pada skala prioritas seseorang.
Bagaimana agar kita tidak
terjebak pada perilaku konsumtif?
Beberapa langkah bisa mengurangi perilaku konsumtif, diantaranya membuat anggaran belanja, membuat
prioritas pengeluaran. Catat kalau perlu
ketika membeli sehingga beli yang dibutuhkan saja, dan harus lebih cermat ketika berbelanja.
Belajar menabung sehingga ketika
ingin sesuatu bisa memanfaatkan tabungan, tidak mengganggu stabilitas ekonomi
yang sedang berjalan. Kurangi jalan-jalan atau cuci mata untuk window shoping.
Belajar investasi untuk merencanakan masa depan, beramal dengan bersedekah agar
rejekinya berkah dan terus bertambah.
Bagaimana dengan kita?
Lebaran kembali ke Fitri. Alhamdulillah, jangan sampai malah defisit. Defisit amal, ya defisit isi kantong. Naudzubillah. Semoga kita bisa selalu berhemat, membeli karena memang diperlukan, membiasakan bersedekah sehingga rejeki terus berlimpah dan berkah.*