Urgensi Pendidikan Karakter (2)
Oleh: Abdullah Syifaa Buana, Bunyamin Maftuh (Program Studi
Pendidikan Umum dan Karakter, UPI)
Para pakar telah membahas tentang keterampilan dalam
melakukan wirausaha maupun keterampilan dalam melakukan inisiatif. Keterampilan
inisiatif adalah kemampuan untuk mengambil tindakan tanpa menunggu instruksi
atau arahan dari orang lain. Orang-orang yang memiliki kemampuan ini dapat menemukan
peluang, mengatasi tantangan, dan menciptakan solusi baru (Knowles,1975).
Malcolm Knowles (1975) memberikan salah satu definisi pembelajaran mandiri yang
paling awal dan paling banyak diadopsi. Dalam pandangannya, pembelajaran
mandiri terdiri dari proses lima langkah: Individu mengambil inisiatif, dengan
atau tanpa bantuan orang lain, dalam mendiagnosis kebutuhan belajar mereka,
merumuskan tujuan pembelajaran, mengidentifikasi sumber daya manusia dan materi
untuk pembelajaran, memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang tepat dan
mengevaluasi hasil belajar.
Selanjutnya terdapat banyak pengertian entrepreneurship
menurut para pakar dari berbagai bidang dan latar belakang. Berikut ini adalah
beberapa contoh pengertian entrepreneurship menurut para pakar:
1. Menurut Thomas W. Zimmerer (2005),
entrepreneurship adalah penerapan inovasi dan kreasi untuk memecahkan masalah
serta memanfaatkan peluang yang dihadapi orang lain setiap hari.
2. Pengertian entrepreneurship menurut Kasmir
(2012) adalah jiwa pemberani yang berani mengambil risiko untuk membuka usaha
dengan memanfaatkan berbagai peluang yang ada.
3. Menurut Peter F. Drucker (1986) pengertian
entrepreneurship adalah kemampuan untuk membuat atau membuat sesuatu yang baru
dan berbeda
Dari beberapa pendapat pakar di bidang manajemen dan
kewirausahaan ini, penulis setuju dengan ketiganya dan menyimpulkan ada
beberapa komponen dalam karakter wirausaha yaitu inovasi, kreasi, memecahkan
masalah, memanfaatkan peluang, berani mengambil risiko, dan kemampuan untuk
membuat atau membuat sesuatu yang baru dan berbeda.
Mengapa Inisiatif dan Kewirausahaan penting diajarkan di
abad ke-21?
Kewirausahaan yang didukung oleh kebijakan negara dalam
hal kemudahan investasi, iklim usaha yang kondusif, dan mudahnya akses
permodalan, dapat memberikan dampak yang positif bagi negara tersebut. Dampak
yang dapat dirasakan diantaranya adalah bertumbuhnya ekonomi negara. Darwanto
(2012) dalam artikelnya menuliskan bahwa Schumpeter (1934) salah satu ekonom
pengagas teori pertumbuhan ekonomi menyatakan entrepreneur / wirausahawan
mempunyai andil besar dalam pembangunan ekonomi melalui penciptaan inovasi, lapangan
kerja, dan kesejahteraan.
Dunia usaha yang dibangun entrepreneur akan mendorong
perkembangan sektor-sektor produktif. Semakin banyak suatu negara memiliki
entrepreneur, maka pertumbuhan ekonomi negara tersebut akan semakin tinggi.
Dengan demikian, teori ini dapat menjawab pertanyaan penelitian tentang
pentingnya keterampilan inisiatif dan kewirausahaan diajarkan kepada siswa,
karena positifnya pengaruh wirausaha terhadap pembangunan ekonomi negara.
Lebih rinci lagi, hasil penelitian dari Zoltan Acs (2006)
untuk memperkirakan hubungan antara rasio kewirausahaan berbasis
peluang-kebutuhan dan pendapatan suatu negara. Meskipun terjadi fluktuasi,
terdapat hubungan positif antara tingkat pendapatan dan rasio kewirausahaan.
Dengan kata lain, negara-negara di mana lebih banyak kewirausahaan dimotivasi
oleh faktor peluang ekonomi (wirausaha mapan) yang diakui dibandingkan dengan
faktor kebutuhan mendesak (wirausaha pemula), memiliki tingkat pendapatan yang
lebih tinggi. Grafik menyediakan beberapa bukti atas pertanyaan yang diajukan
di awal esai ini, dengan asumsi kita memiliki jenis kewirausahaan yang tepat.
Dengan demikian, penulis setidaknya bisa memberikan
jawaban tentatif atas pertanyaan: “Bagaimana kewirausahaan bermanfaat bagi
pembangunan ekonomi?”
Jawabannya jelas bergantung pada apa yang dimaksud dengan
berwirausaha. Jika yang satu berarti wirausaha / wiraswasta pemula
(self-employed), baik di bidang pertanian atau skala industri yang sangat
kecil, maka dalam banyak kasus kewirausahaan tidak akan mengarah pada
pembangunan ekonomi karena tidak ada mekanisme yang menghubungkan kegiatan
tersebut dengan pembangunan. Faktanya, kita tahu bahwa wiraswasta pemula
menurun seiring dengan semakin majunya perekonomian. Hal ini hanya bisa
dilakukan jika perekonomian mampu melakukannya, yakni menghilangkan orang dari
wiraswasta kemudian menjadi pekerja di industri skala besar sehingga kita mulai
melihat peningkatan dalam pembangunan.
Kutipan Adam Smith, ketika pembagian kerja meningkat,
maka pertumbuhan ekonomi pun meningkat. Data yang dipaparkan oleh Zoltan Acs
(2006) dengan jelas menunjukkan bahwa rasio kewirausahaan berbasis peluang dan
kebutuhan merupakan indikator kunci pembangunan ekonomi. Ketika semakin banyak
penduduk yang terlibat dalam peluang kewirausahaan (wirausaha mapan/ industri
besar) dan semakin banyak orang yang meninggalkan kewirausahaan karena
kebutuhan (wiraswasta pemula), semakin kita melihat peningkatan tingkat pembangunan
ekonomi. Dari hasil penelitian tersebut, dapat terlihat bahwa kewirausahaan,
terutama yang sudah mapan berpengaruh positif terhadap pembangunan ekonomi atau
pendapatan suatu negara.
Global Entrepreneurship Monitor (GEM) Report (2004)
melaporkan analisis tradisional terhadap pertumbuhan ekonomi cenderung fokus
pada perusahaan besar dan mengabaikan kontribusi inovasi dan kompetisi yang
dilakukan oleh start-up kecil pada perekonomian secara keseluruhan. Tidak
seperti kebanyakan studi pada umumnya, model konseptual di balik Global
Entrepreneurship Monitor (GEM) mengambil pendekatan komprehensif dan
mempertimbangkan kontribusi ekonomi dari seluruh dunia usaha dalam suatu
negara. Secara khusus, GEM menganggap pertumbuhan ekonomi nasional merupakan
hasil dari dua rangkaian paralel kegiatan yang saling terkait.
• Yang terkait dengan
perusahaan yang sudah mapan
• Yang berkaitan langsung
dengan proses kewirausahaan