Yayasan Asih Putera Hotline : 081320267490
Image

Dikungkurahan

Oleh: Edi S. Ahmad

Paling tidak, sekali dalam sepekan saya membuat ecobrick di rumah. Setiap melihat ada wadah plastik bekas minuman yang masih tersisa, saya suka sedikit mengeluh. Pertama, karena ada rezeki yang dimubazirkan, ketika rezeki itu menjadi sisa. Kedua, karena ada pekerjaan tambahan untuk membersihkan wadah tersebut agar tidak dibuang sebagai residu.

Saya jadi teringat pada kebiasaan masa kecil di rumah. Dulu kami berlangganan susu murni yang dikemas dalam botol gelas. Seingat saya, petugasnya datang setiap pagi menggunakan sepeda. Satu botol berisi kurang lebih setengah liter. Kami berlangganan dua botol per hari untuk konsumsi 6-7 orang serumah. Minum susu saat itu adalah sebentuk kemewahan bagi kami.

Setiap usai minum susu, ibu saya kerap mengingatkan: “Atosna (setelahnya) dikungkurahan….” Dikungkurahan bermakna gelas yang tadinya berisi susu dan sudah tandas diminum, dituangi sedikit air dari teko untuk membilas sisa susu yang masih menempel di dinding gelas.  Lalu airnya diminum dan dihabiskan. Artinya, susu bukan hanya tidak boleh bersisa tetapi bahkan harus diyakinkan bahwa sisa yang menempel di dinding gelas pun ikut terminum.

 

Dari pengajian di langgar kampung, saya mendapat penjelasan dari Pak Ustadz bahwa Rasulullah shollallohu ‘alayhi wasallam tidak pernah menyia-nyiakan makanan. Dalam hadis riwayat Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah, dia berkata; Saya pernah mendengar Nabi shollallohu ‘alayhi wasallam bersabda; “Sesungguhnya setan menyertai salah satu dari kalian dalam segala hal hingga menyertai kalian ketika makan. Oleh karena itu, apabila suapan makanan salah seorang di antara kalian jatuh, ambilah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian yang bersih. Jika sudah selesai makan, hendaknya menjilati jari-jarinya. Karena dia tidak tahu makanan mana yang membawa berkah.”

Pada akhirnya kami di keluarga merasa mendapatkan keberkahan itu. Dalam segala keterbatasan ekonomi keluarga, semua kakak-kakak saya dapat meneruskan pendidikan hingga kuliah. Kemudian menikah dan masing-masing berkembang dengan rezekinya masing-masing.  Peninggalan orangtua berupa yayasan pendidikan juga alhamdulillah dapat berkembang hingga hari ini.

Kembali ke masalah ecobrick dan pemilahan sampah. Pada akhirnya saya harus telaten mengingatkan anak-anak di rumah agar membiasakan diri dengan ritual “dikungkurahan”. Jika tidak bisa menahan diri untuk tidak jajan makanan atau minuman berkemasan, paling tidak harus dapat memastikan bahwa sisa kemasan atau botolnya tidak termasuk residu, yang harus dibuang ke TPS/TPA. Dikungkurahan dahulu sebelum dibuang ke tempat sampah paling tidak memberi dua nilai pahala. Pertama, karena kita tidak menyia-nyiakan sisa makanan, dan yang kedua botolnya dapat didaur ulang sehingga meminimalisir sampah residu.


Keberkahan tentu dapat kita “kail” di banyak tempat dan peristiwa. Kertas bekas yang baru terpakai satu muka sementara muka sebaliknya masih kosong masih dapat digunakan sebelum masuk bank sampah atau dihancurkan. Air bekas wudhu atau cucian diresapkan kembali ke tanah agar menjadi tabungan air, sebagaimana sampah organik dimasukkan ke lubang biopori agar menjadi kompos. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dengan beralih ke kendaraan umum atau jalan kaki. Atau, ini pengalaman pribadi, mengganti sikat gigi dan odol dengan batang siwak. Ini barulah sebagian kecil dari “keberkahan-keberkahan” yang dapat kita temukan dalam kegiatan sehari-hari.

Perjalanan sebuah kesadaran memang bisa sangat unik. Boleh jadi pengalaman masa kecil pada saatnya menumbuhkan kesadaran. Atau datangnya kesadaran itu ketika dewasa, setelah menjalani berbagai gelombang kehidupan. Kapanpun dia datang, sebuah kesadaran haruslah disyukuri. Ialah karunia yang tidak ternilai harganya.

“Allah menganugerahkan al hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS Al Baqarah: 269).

Menjalani hidup untuk mendapatkan kesadaran-kesadaran baru menuntut kita untuk terus belajar. Belajar bukan hanya dari perjalanan hidup dan pengalaman diri sendiri tetapi juga dari perjalanan hidup orang lain. Jadi teruslah “membaca” untuk menyadari….


KBB, 2 Oktober 2022/6 Rabiul Awal 1444 H

Edi S. Ahmad (Ketua Yayasan Asih Putera)