Dikungkurahan
Oleh: Edi S. Ahmad
Paling tidak, sekali dalam sepekan saya
membuat ecobrick di rumah. Setiap melihat ada wadah plastik bekas minuman yang
masih tersisa, saya suka sedikit mengeluh. Pertama, karena ada rezeki yang
dimubazirkan, ketika rezeki itu menjadi sisa. Kedua, karena ada pekerjaan
tambahan untuk membersihkan wadah tersebut agar tidak dibuang sebagai residu.
Saya jadi teringat pada kebiasaan masa
kecil di rumah. Dulu kami berlangganan susu murni yang dikemas dalam botol
gelas. Seingat saya, petugasnya datang setiap pagi menggunakan sepeda. Satu
botol berisi kurang lebih setengah liter. Kami berlangganan dua botol per hari
untuk konsumsi 6-7 orang serumah. Minum susu saat itu adalah sebentuk kemewahan
bagi kami.
Setiap usai minum susu, ibu saya kerap
mengingatkan: “Atosna (setelahnya) dikungkurahan….” Dikungkurahan
bermakna gelas yang tadinya berisi susu dan sudah tandas diminum, dituangi
sedikit air dari teko untuk membilas sisa susu yang masih menempel di dinding
gelas. Lalu airnya diminum dan
dihabiskan. Artinya, susu bukan hanya tidak boleh bersisa tetapi bahkan harus
diyakinkan bahwa sisa yang menempel di dinding gelas pun ikut terminum.
Dari pengajian di langgar kampung, saya
mendapat penjelasan dari Pak Ustadz bahwa Rasulullah shollallohu ‘alayhi
wasallam tidak pernah menyia-nyiakan makanan. Dalam hadis riwayat Imam
Muslim dari Jabir bin Abdillah, dia berkata; Saya pernah
mendengar Nabi shollallohu ‘alayhi wasallam bersabda; “Sesungguhnya
setan menyertai salah satu dari kalian dalam segala hal hingga menyertai kalian
ketika makan. Oleh karena itu, apabila suapan makanan salah seorang di antara
kalian jatuh, ambilah kembali lalu buang bagian yang kotor dan makanlah bagian
yang bersih. Jika sudah selesai makan, hendaknya menjilati jari-jarinya. Karena
dia tidak tahu makanan mana yang membawa berkah.”
Pada akhirnya kami di keluarga merasa mendapatkan keberkahan itu. Dalam segala keterbatasan ekonomi keluarga, semua kakak-kakak saya dapat meneruskan pendidikan hingga kuliah. Kemudian menikah dan masing-masing berkembang dengan rezekinya masing-masing. Peninggalan orangtua berupa yayasan pendidikan juga alhamdulillah dapat berkembang hingga hari ini.
Kembali ke masalah ecobrick dan pemilahan sampah. Pada akhirnya saya harus telaten mengingatkan anak-anak di rumah agar membiasakan diri dengan ritual “dikungkurahan”. Jika tidak bisa menahan diri untuk tidak jajan makanan atau minuman berkemasan, paling tidak harus dapat memastikan bahwa sisa kemasan atau botolnya tidak termasuk residu, yang harus dibuang ke TPS/TPA. Dikungkurahan dahulu sebelum dibuang ke tempat sampah paling tidak memberi dua nilai pahala. Pertama, karena kita tidak menyia-nyiakan sisa makanan, dan yang kedua botolnya dapat didaur ulang sehingga meminimalisir sampah residu.
Keberkahan tentu dapat kita “kail” di
banyak tempat dan peristiwa. Kertas bekas yang baru terpakai satu muka
sementara muka sebaliknya masih kosong masih dapat digunakan sebelum masuk bank
sampah atau dihancurkan. Air bekas wudhu atau cucian diresapkan kembali ke
tanah agar menjadi tabungan air, sebagaimana sampah organik dimasukkan ke
lubang biopori agar menjadi kompos. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi
dengan beralih ke kendaraan umum atau jalan kaki. Atau, ini pengalaman pribadi,
mengganti sikat gigi dan odol dengan batang siwak. Ini barulah sebagian kecil
dari “keberkahan-keberkahan” yang dapat kita temukan dalam kegiatan
sehari-hari.
Perjalanan sebuah kesadaran memang bisa
sangat unik. Boleh jadi pengalaman masa kecil pada saatnya menumbuhkan
kesadaran. Atau datangnya kesadaran itu ketika dewasa, setelah menjalani
berbagai gelombang kehidupan. Kapanpun dia datang, sebuah kesadaran haruslah
disyukuri. Ialah karunia yang tidak ternilai harganya.
“Allah menganugerahkan al hikmah
(kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah
dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang
dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS
Al Baqarah: 269).
Menjalani hidup untuk mendapatkan kesadaran-kesadaran baru menuntut kita untuk terus belajar. Belajar bukan hanya dari perjalanan hidup dan pengalaman diri sendiri tetapi juga dari perjalanan hidup orang lain. Jadi teruslah “membaca” untuk menyadari….
KBB, 2 Oktober 2022/6 Rabiul Awal 1444 H
Edi S. Ahmad (Ketua Yayasan Asih Putera)