Hari Antikorupsi Sedunia: Ciptakan Budaya Malu, Yuk!
Korupsi adalah penyakit kronis yang telah menggerogoti stabilitas nasional dan merusak tatanan masyarakat secara multidimensional. Ketika jargon SAY NO TO CORRUPTION hanya sekedar tayangan rangkaian kata-kata tanpa makna, maka semua gerakan yang menyerukan stop untuk melakukan tindakan korupsi rasanya sia-sia.
Korupsi bukan hanya masalah di negara kita, tetapi telah menjadi issue internasional. Ibarat seekor tikus got yang tak punya malu menggerogoti pondasi jembatan sedikit demi sedikit, ketika itu didiamkan karena tumpulnya hukum, maka sekokoh apa pun bangunan jembatan tersebut satu saat pasti akan hancur.
Demikian pula dengan keberadaan sebuah negara, jika mental koruptor dari para penyelenggara negara sampai ke bagian-bagian terkecilnya di sistem lembaga kemasyarakatan tetap dibiarkan bahkan dipelihara, maka kehancuran negara tersebut hanya tinggal menunggu waktu.
Hari Antikorupsi Sedunia diperingati setiap tahun pada 9 Desember. Hari ini ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nations Convention Against Corruption/UNCAC), yang diadopsi pada 31 Oktober 2003.
Tujuan peringatan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat global tentang bahaya korupsi dan mendorong tindakan nyata dalam memerangi praktik korupsi di berbagai bidang kehidupan, baik di tingkat individu, institusi, maupun negara.
Korupsi memiliki dampak yang luas dan mendalam pada berbagai aspek kehidupan, yang dapat dikategorikan secara multidimensional sebagai berikut:
1. Dampak Ekonomi
Negara mengalami kerugian finansial karena
adanya kebocoran anggaran dan penyalahgunaan dana publik, iklim investasi
terganggu karena investor enggan menanam modal di negara yang korup, serta
terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi karena dana yang seharusnya
dialokasikan untuk pembangunan digunakan untuk kepentingan pribadi.
2. Dampak Sosial
Dampak sosial korupsi diantaranya meningkatnya
ketimpangan sosial, turunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,
institusi, dan hukum, serta munculnya ketidakadilan
sosial dalam hal akses terhadap layanan publik menjadi tidak merata karena
korupsi sering kali memperjualbelikan hak-hak dasar masyarakat.
3. Dampak Politik
Secara politik, korupsi bisa menyebabkan erosi
demokrasi dan melemahkan proses demokrasi dengan memengaruhi pemilu, manipulasi
suara, atau kolusi politik. Korupsi juga bisa menimbulkan ketidakstabilan
politik karena dapat memicu protes, konflik, atau bahkan perubahan rezim secara
paksa. Di sisi lain, korupsi juga dapat memperkuat oligarki, di mana kekuasaan politik terpusat pada kelompok
tertentu yang memanfaatkan korupsi untuk mempertahankan kekuasaan.
4. Dampak Hukum
Korupsi menyebabkan melemahnya supremasi hukum
dan hukum sering kali tidak ditegakkan secara adil, para pelaku korupsi besar seringkali
bisa lolos dari jerat hukum. Kondisi tersebut mendorong sikap antipati dan rasa
tidak percaya masyarakat terhadap para penegak hukum serta institusinya karena
sikap korup mereka dalam memanfaatkan situasi dan kondisi. Aparat yang korup
juga menghambat pemberantasan kejahatan dan keadilan.
5. Dampak Lingkungan
Korupsi juga memberi dampak buruk pada lingkungan karena adanya eksploitasi sumber daya alam yang menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Adanya praktik ilegal seperti pembalakan liar atau tambang tanpa izin sering kali didukung oleh korupsi. Hal ini akhirnya secara luas berdampak menjadi penyebab pemanasan global dan bencana lingkungan lainnya seperti banjir, longsor, kebakaran hutan dan lain-lain.
6.
Dampak Budaya
Secara budaya, perbuatan korupsi yang sudah
sangat kronis dan merajalela akhirnya dianggap sesuatu yang biasa, dianggap hal
yang wajar dan akhirnya membentuk membentuk opini normalisasi korupsi dan
membentuk budaya permisif. Korupsi juga mengajarkan
masyarakat untuk mengutamakan keuntungan pribadi di atas nilai-nilai moral,
sehingga menurunkan moralitas masyarakat:
7. Dampak Kesehatan dan Pendidikan
Korupsi juga dapat menyebabkan terjadinya penurunan
kualitas layanan publik karena banyak alokasi anggaran untuk sektor kesehatan dan
pendidikan dikorupsi. Selain itu
munculnya ketidaksetaraan akses untuk mendapatkan layanan, karena hanya mereka
yang mampu membayar "sogokan" saja yang akan mendapatkan layanan
memadai.
Korupsi adalah ancaman serius yang merugikan semua aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama yang konsisten untuk memberantasnya di semua lini.
Pemberantasan korupsi yang efektif memerlukan pendekatan holistik yang melibatkan berbagai aspek, mulai dari regulasi, penegakan hukum, hingga perubahan budaya masyarakat.
Lunturnya budaya malu saat melakukan sebuah tindakan amoral serta sikap permisif masyarakat yang melihat penyimpangan tersebut, menjadikan negara kita negeri yang makmur untuk para koruptor. Lemahnya supremasi hukum karena banyak para penegak hukum juga melakukan tindakan korupsi menimbulkan pesimisme berkepanjangan, sampai kapankah korupsi berhenti merajalela di bumi pertiwi?
Kita harus bersama-sama membangun budaya antikorupsi, membangun budaya malu saat harus melakukan perbuatan mengambil yang bukan haknya dan bersikap berani untuk melaporkan jika terbukti ada yang melakukan tindakan korupsi.
Setidaknya ada 3 aspek yang harus ada untuk membangun budaya antikorupsi di Indonesia, di antaranya:
1.
Keteladan
dari pemimpin: Pemimpin di semua level harus menunjukkan komitmen dan
integritas dalam pemberantasan korupsi.
2.
Mengubah
pola pikir masyarakat: Membentuk budaya antikorupsi yang menolak segala bentuk
suap dan gratifikasi.
3.
Penghargaan
untuk pelapor (whistleblower): Melindungi dan memberikan insentif kepada mereka
yang melaporkan kasus korupsi.
Jika ketiga aspek di atas bisa terbangun, maka optimis korupsi dan segala bentuk variasinya akan lenyap dari negara kita. Rakyat akan hidup sejahtera karena hak-haknya sebagai warga negara terjamin oleh para pengelola negara yang jujur, bersih, dan amanah.
Semoga itu bukan sekedar halusinasi.
Penulis:
Admin Ceuceu Gumilang