Kelahiran
Oleh: Edi S.Ahmad
Dari hasil Sensus Penduduk tahun 2020, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 270,020 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan hasil 10 tahun sebelumnya, terdapat penambahan penduduk sebanyak 32,65 juta jiwa atau rata-rata 3,26 juta per tahun.
Sementara angka fertilitas (kesuburan)
mengalami penurunan dari 2,6 per wanita (2012) menjadi 2,4 anak (2017). Jika
angkanya menurun lagi menjadi 2,1 maka jumlah penduduk Indonesia akan relatif
tetap. Angka kelahiran bayi 2,1 mengindikasikan 2 bayi yang lahir menggantikan
kedua orangtuanya, dan 0,1 mengantisipasi anak yang meninggal sebelum dewasa
dan atau faktor lainnya.
Bandingkan dengan data kependudukan Jepang
pada tahun 2021: angka kelahiran 811.604 orang, sementara kematian 1.439.809
orang. Secara keseluruhan terjadi pengurangan populasi sebanyak 628.205 orang.
Sedangkan tingkat kesuburan wanitanya 1,3. Jepang disebut salah satu populasi
penuaan tercepat di dunia dan berdampak pada penyusutan angkatan kerjanya.
Jepang tidak sendirian menghadapi masalah
angkatan kerja ini. Ada Spanyol, Portugal, Rusia, Korea Selatan, Thailand,
Singapura, dan masih banyak lagi. Di negara-negara ini kelahiran seorang bayi
menjadi amat bermakna. Negara akan merayakannya dengan memberinya insentif yang
tidak sedikit.
Jika kita cukup jeli mengamati, ada peluang
besar bagi angkatan kerja kita untuk mengisi lapangan kerja di luar sana. Hanya
saja harus dilihat bukan semata pertimbangan ekonomi. Ini juga ihwal persinggungan budaya, nilai-nilai, dan
keyakinan agama. Setelah dikenal sebagai bangsa yang ramah dan suka menolong,
kita juga harus dapat membuktikan diri sebagai bangsa yang tekun, terampil,
jujur, penuh dedikasi, serta memiliki integritas tinggi.
Tantangan terbesarnya ada pada dunia
pendidikan. Bagi pendidikan dasar (SD dan SMP) tantangannya adalah bagaimana
membangun karakter yang kuat pada anak didik, karena memang inilah fase character
building. Karakter yang utuh adalah kombinasi antara kemampuan menjaga
kebugaran diri (cageur) dengan kemampuan berempati dan mengelola emosi
(bageur), kemampuan memegang teguh nilai-nilai kebenaran, ketauhidan, dan
peribadatan (bener), kemampuan memecahkan masalah, dan bukan bagian dari
masalah itu sendiri (pinter), serta kemampuan melakukan evaluasi diri dan
metakognitif (singer). Pada tahap ini secara bertahap, kemampuan di bidang
literasi Alqur’an (tafaquh fiddiin), literasi siroh Nabi Muhammad shollallohu
‘alayhi wasallam, literasi bahasa, dan literasi numerik terus dilatih dan
dikuatkan.
Pada tahap berikutnya (SMA) calon angkatan
kerja kita dituntut untuk dapat membangun kapasitas dirinya (fase capacity
building) sesuai dengan potensi, minat, dan tuntutan yang ada. Mereka perlu
memiliki kemampuan bahasa asing, memimpin diri sendiri dan orang lain, membuat
keputusan, bernegosiasi, bekerja dalam tim, serta menjalin jejaring dan
silaturahmi. Dalam kapasitas ini, mereka juga diharapkan memiliki kemampuan
presentasi, berpikir ilmiah, berpikir kreatif, beradaptasi, termasuk bersiap
dengan segala perubahan yang cepat dari pengetahuan dan teknologi.
Bulan Rabiul Awwal ini mengingatkan kita
akan kelahiran manusia istimewa. Membayangkan dunia tanpanya, adalah dunia yang
gelap gulita. Melaluinya turun mukjizat sepanjang masa yang hingga hari ini
mukjizat itu tak pernah berhenti mengubah banyak orang. Memberinya rasa bahagia
yang berbeda yang belum pernah dirasa sebelumnya. Bukan sekedar itu, juga rasa
terlahir kembali sebagai sosok yang baru, yang membuat orang-orang di
sekitarnya tercengang dan takjub.
Dengan berbekal mukjizat Alqur’an dan sosok
teladan Rasulullah shollallohu ‘alayhi wasallam, kita patut optimis pada
hasil pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai Alqur’an dan siroh Nabi.
Perubahan yang cepat pada pengetahuan dan teknologi telah mengubah target
pendidikan dari semula berbasis pengetahuan menjadi berbasis sikap. Sikap adil,
sikap objektif, sikap ilmiah, sikap rasa keingintahuan, sikap jujur dan
terbuka, sikap tekun dan teliti, semua itu terangkum dalam satu istilah: profil
pendidikan. Model terbaik dari pendidikan berbasis profil adalah keteladanan.
Pendidikan keteladanan pada intinya adalah
menularkan. Guru mencontohkan suatu sikap atau perbuatan, kemudian menjelaskan
alasan tentang sikapnya. Terbayangkah apa yang terjadi jika pendidikan
keteladanan diajarkan di kelas-kelas?
Sesaat setelah guru berdiri di depan kelas untuk menjelaskan sikap atau
perbuatannya, ruang diskusi pun dibuka lebar. Para siswa kemudian dipancing
aktif untuk memberikan saran, masukan, ataupun kritik sekalipun. Hasil akhirnya
paling tidak adalah sebentuk koreksi atau perbaikan pada gurunya, atau
pengakuan dari para murid tentang keteladanannya. Jika hal itu terjadi pada
guru, hal yang sama juga seharusnya dilakukan oleh murid.
Telah terbukti bahwa kelahiran Sang Rasul
Teladan telah memberikan dampak yang besar yang tidak lekang oleh waktu. Telah
selayaknya hari ini kita merayakan setiap kelahiran bayi dengan suka cita,
mengingat dampak positif yang akan diberikannya di masa depan. Bersama para
orangtua dan guru yang tercerahkan, para alim ulama yang selalu siap
mengingatkan, kita patut optimis tentang masa depan anak cucu kita….*
KBB, 10 Oktober 2022
14 Rabiul Awwal 1444 H
Edi S. Ahmad