Yayasan Asih Putera Hotline : 081320267490
Image

Mendidik Anak Bukan Proyek Kilat, Melainkan Investasi Seumur Hidup

Pernahkah Anda merasa seperti “pemadam kebakaran” di rumah? 

Tiba-tiba anak tantrum di mal, tiba-tiba PR-nya berantakan, atau tiba-tiba dia berbohong. Kita panik dan langsung mencari cara instan untuk menyelesaikan masalah. 

Namun perlu diingat, mendidik itu tidak bisa mendadak. Ia adalah sebuah perjalanan panjang yang kita lalui setiap hari, bukan proyek yang bisa diselesaikan dalam semalam.

Sebagai orang tua dan guru, kita pasti setuju bahwa mendidik anak itu seperti menanam pohon. Kita tidak bisa berharap pohon mangga berbuah dalam seminggu setelah ditanam. Kita harus menyiraminya, memberinya pupuk, dan melindunginya dari hama secara konsisten. 

Begitu juga dengan anak-anak. Nilai-nilai, karakter, dan kebiasaan baik tidak bisa tumbuh begitu saja. Mereka butuh waktu, kesabaran, dan konsistensi dari kita.

Sudah Sering Diingatkan, Kok Tidak Berubah?


Poin ini mungkin yang paling sering membuat kita frustrasi. Kita merasa sudah berbusa-busa menasihati, sudah berulang kali mengingatkan, tapi anak tetap melakukan kesalahan yang sama. Rasanya lelah, bukan?

Ini adalah hal yang wajar. Ingat kembali bahwa otak anak-anak masih dalam tahap perkembangan. Mereka belum bisa berpikir sekompleks orang dewasa. Seringkali, apa yang kita sampaikan belum sepenuhnya mereka pahami atau internalisasi.

Ada beberapa hal yang bisa kita coba saat menghadapi situasi ini:

Cek Cara Mengingatkan: Coba kita refleksi sejenak. Apakah cara kita mengingatkan hanya berupa larangan? "Jangan main gadget terus!", "Jangan berantakan!".

Cobalah ubah menjadi kalimat yang lebih positif dan solutif. Contohnya, "Yuk, kita atur waktu main gadget-nya. Setelah ini, kita baca buku, ya!" atau "Ayo, kita bereskan mainannya sama-sama. Biar kamarnya rapi dan enak dilihat."

Mencari Tahu Akar Masalah: Mengapa anak terus melakukan kesalahan yang sama? Mungkin ada alasan di baliknya. Anak yang suka berbohong mungkin takut dihukum. Anak yang malas belajar mungkin merasa kesulitan dengan pelajarannya. 

Daripada langsung menghakimi, coba ajak anak bicara dari hati ke hati. Tanyakan, "Kenapa kamu melakukan itu?" atau "Apa yang membuat kamu sulit untuk belajar?".

Beri Contoh, Jangan Hanya Kata-Kata: Anak adalah peniru ulung. Mereka akan lebih mengingat apa yang kita lakukan daripada apa yang kita katakan. 

Jika kita ingin anak jujur, tunjukkanlah kejujuran dalam setiap tindakan kita. Jika kita ingin anak rajin membaca, bacalah buku di depan mereka. Teladan adalah guru terbaik.

Mendidik adalah Proses, Bukan Hasil Akhir


Argumen ini diperkuat oleh sejumlah ahli. Daniel J. Siegel, seorang ahli saraf dan penulis buku ternama, dalam bukunya The Whole-Brain Child menekankan bahwa pembentukan otak dan perilaku anak adalah proses yang bertahap dan membutuhkan pengulangan. 

Ia menjelaskan, Otak yang belum matang tidak memiliki kemampuan untuk mengatur emosi dan perilaku secara konsisten seperti orang dewasa. Tugas kita adalah membantu mereka membangun “otot” tersebut seiring waktu.

Selain itu, menurut Dr. Laura Markham, seorang psikolog klinis, dalam bukunya Peaceful Parent, Happy Kids, koneksi emosional antara orang tua dan anak adalah fondasi dari setiap pembelajaran. 

Ia berpendapat, Anak-anak belajar dan berubah ketika mereka merasa aman dan dicintai. Ketika mereka merasa terhubung dengan kita, mereka akan lebih termotivasi untuk mendengarkan dan mengikuti arahan.

Jadi, saat kita merasa lelah dan frustrasi, ingatlah bahwa kita sedang berada dalam sebuah proses yang panjang. 

Fokuslah pada membangun hubungan yang kuat dengan anak dan memberikan contoh yang baik, bukan sekadar mengharapkan hasil instan.

Kolaborasi Antara Orang Tua dan Guru


Lingkungan sekolah adalah tempat anak menghabiskan sebagian besar waktunya. Oleh karena itu, kolaborasi antara orang tua dan guru sangatlah penting. Kita bisa saling berbagi informasi tentang perkembangan anak, baik di rumah maupun di sekolah.

Misalnya, jika anak sulit berkonsentrasi di sekolah, mungkin kita bisa mencari tahu apakah ada masalah di rumah yang mengganggunya. 

Begitu juga sebaliknya. Jika ada perubahan perilaku di rumah, mungkin itu ada kaitannya dengan apa yang terjadi di sekolah. Dengan kerja sama yang baik, kita bisa memberikan dukungan yang holistik dan terpadu untuk anak.

Jadi, mari kita ubah pola pikir kita dari “memperbaiki” menjadi “membangun”. Mendidik anak bukanlah tentang memadamkan masalah yang muncul secara tiba-tiba, melainkan tentang membangun fondasi yang kuat sedikit demi sedikit, setiap hari. 

Ia adalah sebuah perjalanan yang indah, di mana kita belajar bersama, tumbuh bersama, dan menjadi versi terbaik dari diri kita, demi masa depan anak-anak kita.

Oleh: Saepul Anwar, S.Pd