Yayasan Asih Putera Hotline : 081320267490
Image

Membesar-besarkan Syi’ar Islam Bukti Ketakwaan Hati

Oleh: Edwin Wahyudin, M.Pd. (Guru MA Multiteknik Asih Putera)

Bulan Rajab sebentar lagi akan selesai. Selanjutnya akan digantikan oleh bulan yang tidak kalah mulianya, yaitu bulan Sya’ban. Bulan Rajab merupakan salah satu bulan Allah. Artinya, bulan ini termasuk bulan yang dimuliakan atau yang diagungkan, bukan hanya oleh manusia, tetapi oleh Allah SWT. Rasulullah, Muhammad Saw., menegaskan soal kemuliaan bulan Rajab itu, yakni: "Bulan Rajab adalah bulan Allah SWT yang besar dan bulan kemuliaan. Di dalam bulan ini perang dengan orang kafir diharamkan. Rajab adalah bulan Allah SWT, Sya'ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku".

Mengapa bulan Rajab ini menjadi sangat dimuliakan? Salah satu peristiwa besar yang dialami oleh penjuru selamat dunia, Nabiyullah akhir zaman, Muhammad Saw. adalah diturunkannya ketentuan ibadah shalat yang lima waktu kepada ummat Islam. Peristiwa ini dikenal dengan kejadian isra mi’raj-nya Nabi Muhammad Saw. Peristiwa yang luar biasa, kejadian yang sulit diterima akal manusia. Perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa ditempuh hanya dalam beberapa menit saja. Padahal, jarak antara Masjidil Haram di Mekkah dan Masjidil Aqsa di Palestina sekitar 1.500 km, yang memerlukan masa perjalanan naik unta atau kuda sekitar 40 hari lamanya. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dari Masjidil Aqsa ke Sidratul Muntaha. Sidhatul Muntaha adalah sejenis pohon. Pohon ini adalah ujungnya semesta dan ia terletak setelah puncaknya langit ketujuh. Hal ini ditegaskan dalam sebuah riwayat oleh Ibnu Mas’ud dari Rasulullah Saw. yang mengatakan bahwa Sidratul Muntaha adalah pangkal dari semua yang naik. Pohon ini terletak di sebuah tempat yang sangat tinggi. Sidratul Muntaha terletak di langit ketujuh. Tak hanya itu, Sidratul Muntaha juga dikatakan sangat berdekatan dengan Surga. Hal ini dijelaskan dalam QS. An-Najm: 12-18. Jadi sangat jelas, perjalanan dari Masjidil Aqsa (bumi) ke langit ketujuh bukanlah perjalanan yang dekat. Dari Abdullah bin Mas’ud r.a., “Antara langit dengan langit yang setelahnya adalah 500 tahun perjalanan, dan jarak langit dengan bumi adalah 500 tahn perjalanan. Antara langit ketujuh dengan kursi adalah perjalanan 500 tahun, dan Arsy berada di atas air dan Allah berada di atas Arsy, tidak ada satupun dari amal perbuatan kalian tersamar atas-Nya”. (HR. Darimi, Ibnul Khuzaimah, Thabrani, Baihaqi), dishahihkan oleh Ibnu Qoyim, adz-Dzahabi, Syaikh as-Duwaisy menurut syarat Muslim.

“Antara langit dengan bumi adalah 500 tahun perjalanan dan tebal setiap langit adalah 500 tahun perjalanan”, HR. Thabrani.

Maka, Subhanallah !!! menjadi kalimat pembuka pada surat pertama al-Isra, 17:1. Kalimat yang menggambarkan dahsyatnya perjalanan “Isra’ Mi’raj” Nabi Muhammad Saw. Artinya menegaskan bahwa hanya atas seizin Allah dan atas kehendak Allah-lah semua itu bisa terjadi. Perjalanan yang sangat jauh hanya ditempuh dalam beberapa jam saja. Tidak dihitung saat berangkat saja, tetapi penghitungan bolak-balik dengan beberapa peristiwa di dalamnya sampai kembalinya Rasulullah Saw ke Masjidil Haram, Mekkah.

Kejadian luar biasa ini dijadikan sebagai peristiwa bersejarah dalam Islam. Umat Islam di Indonesia mengabadikan peristiwa ini dengan senantiasa memperingatinya dengan kajian-kajian besar di setiap surau-surau, masjid-masjid kecil, sampai ke masjid-masjid besar yang ada di setiap pelosok negeri Indonesia.

Membesar-besarkan peristiwa Isra’ Mi’raj ini diyakini sebagai bentuk penghormatan dan pentakziman terhadap Rasulullah Saw. dan tentu saja sebagai bentuk pengagungan terhadap Yang Mahaagung, Allah SWT. Ini disitir dalam QS. Al-Hajj, 22:32

 “Demikianlah (perintah Allah). Siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah sesungguhnya hal itu termasuk dalam ketakwaan hati”.

Dalam tafsir, yang dimaksud syiar pada ayat tersebut adalah syiar-syiar dalam pelaksanaan ibadah haji, salah satunya tentang berqurban. Berqurban harus dilakukan dengan yang terbaik. Namun, dalam pemaknaan umum, syiar ini diartikan sebagai pengamalan terhadap ajaran-ajaran Islam yang dilakukan sebaik-baiknya.

Kaitannya dengan peristiwa Isra Mi’raj ini adalah semangat pengamalan shalat yang lima waktu dan pengamalan shalat-shalat sunnat yang sangat dianjurkan. Jika di dalam peringatan itu diisi dengan motivasi dan ajaran yang baik, maka proses peringatannya menjadi baik dan menjadi bagian dari pengagungan syiar-syiar Allah SWT itu sendiri.

Amalan-amalan apa sajakah yang bisa menjadi bukti pengagungan syiar-syiar Islam di bulan Rajab?

1.      Saum sunnah; Siapa saja yang melaksanakan saum sunnah di bulan Rajab, maka di Yaumil Akhir, dia tidak akan merasakan kehausan dan kelaparan.

2.      Memperbanyak shalawat atas Nabiyullah Muhammad Saw.; salah satu amalan yang tidak akan ditolak oleh Allah SWT adalah bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw. Sementara amalan-amalan lain seperti shalat, puasa, sedekah, dll., bisa diterima atau ditolak. Mengapa shalawat atas Nabi Muhammad Saw. tidak ditolak? Karena keagungan Rasulullah Saw.

3.      Memperbanyak shalat sunnah; semakin banyak melaksanakan shalat sunnah, semakin banyak pula dia melakukan rukuk dan sujud. Rasulullah Saw. menyampaikan bahwa saat seseorang berdiri melaksanakan shalat, dosa-dosanya dihimpunkan di atas kepala dan pundaknya. Saat dia rukuk dan sujud, maka berguguranlah dosa-dosanya. Oleh karena itu, memperpanjang rukuk dan sujud saat shalat adalah amalan yang sangat dianjurkan.

4.       Memperbanyak infak dan sedekah; berinfak dengan harta kita, baik kepada mereka yang meminta-minta atau kepada mereka yang diam (malu untuk meminta-minta) dan bersedekah dengan yang kita miliki, baik harta, tenaga, maupun pikiran kita. Bahkan, tersenyum untuk menyenangkan orang lain adalah sedekah.

Pada dasarnya amalan-amalan baik tersebut dilakukan pada bulan apapun tetap baik dan bernilai pahala, akan tetapi di bulan Rajab ini menjadi kelebihan tersendiri karena bulan Rajab merupakan dari empat bulan haram yang di dalamnya tidak diperkenankan melakukan kemaksiatan dan kemunkaran, termasuk peperangan. Dalam sebuah riwayat disampaikan bahwa bulan Rajab adalah masa menanam, bulan Sya’ban masa memupuk, dan bulan Ramadhan adalah masa panen. Oleh karena itu, mari akhiri di masa menanam ini dengan memperbaiki kualitas dan kuantitas amalan-amalan wajib dan amalan sunnah. Allah lebih tahu apa yang hambanya niatkan dan mereka amalkan.

Bismillahi tawakkaltu ‘alallah, laa haula walaa quwwata illa billah. Mari kita besar-besarkan syiar-syiar Allah (Islam) dengan semua amalan yang kita bisa. Mudah-mudahan itu menjadi bukti ketakwaan hati kita seperti yang termaktub dalam QS. Al-Hajj, 22:32. Hanya Allah-lah yang menjadi tujuan dan tumpuan harapan amal. Sekecil apapun yang dilakukan, selama niat ikhlas, Allah -lah yang lebih tahu dan pantas menjawab dan menerima semua amalan kita.

Wallahu A’lam.***