Menumbuhkan Kesadaran Diri Anak (Bagian 2)
Oleh: Handi
Komara, S.Pd.I (Guru Kelas V MI Asih Putera)
Tantangan atau Challenge
Anak-anak senang
dengan tantangan. Dengan alasan tersebut juga mereka dapat menyelesaikan
berbagai permainan dari gawai mereka, karena di dalamnya kaya akan tantangan.
Untuk mendapatkan suatu checkpoint tertentu,
mereka harus menyelesaikan misi tertentu. Ada kepuasan tersendiri ketika mereka
mampu menyelesaikan berbagai tantangan-tantangan tersebut.
Bentuk tantangan
yang diberikan dapat sesuatu yang sederhana. Misalkan, “hari ini tantangannya
adalah tidak ada satupun sampah di kelas kita ini”. “Misi kita hari ini adalah
mampu membuat sebuah pantun tentang perdamaian”. Dan seterusnya.
Alih-alih
menurut, anak akan menghindar dan terbebani jika disuruh. Berbeda jika mereka
diberi tantangan. Mereka akan melaksanakannya dengan penuh semangat.
Pertanyaan yang Menggugah Kesadaran
Anak-anak di
kelas seringkali menyampaikan berbagai pertanyaan yang menggelitik benaknya
mengenai berbagai hal. Mengapa ini begini, mengapa itu begitu, dan lain
sebagianya.
Misalkan, anak
akan bertanya, mengapa terjadi hujan, mengapa di luar negeri ada salju
sedangkan di negeri kita tidak ada. Mengapa kita harus tidur. Dan berbagai
pertanyaan lainnya.
Minat atau Passion
Passion adalah
suatu keinginan seseorang dalam melakukan suatu hal atau kegiatan yang ia sukai
atau dianggap penting untuk dilakukan. Anak-anak yang memiliki passion, mereka
akan dengan rela dalam melakukan berbagai hal untuk mencapai sesuatu. Bahkan,
mereka rela menghabiskan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam mencapai sesuatu
tersebut.
Naufal mampu
menghabiskan waktunya di kamar untuk menggambar. Bahkan dia lupa waktu, mampu
menahan lapar dan hausnya, bahkan merasa terganggu ketika aktivitas
menggambarnya diselingi oleh adiknya yang rindu ingin bermain dengannya.
Syifa akan dengan
bersemangat pergi ke warung dekat rumahnya membeli berbagai bahan untuknya
bereksperimen dalam menciptakan menu baru hari ini. Bahkan tanpa meminta uang
kepada orang tuanya, dia tidak keberatan menghabiskan uang simpanannya untuk
berbelanja. Hal itu dia lakukan untuk memenuhi passionnya yang menggebu.
Tujuan Hidup atau Life Purpose
Karena
cita-citanya ingin menjadi dokter, seorang anak mungkin akan menghabiskan waktu
bermainnya menjadi seorang dokter spesialis. Dokter yang handal dalam mengobati
berbagai penyakit yang diderita boneka-boneka di kamarnya. Dia akan dengan
senang hati menyampaikan nasihat-nasihat agar para boneka kesayangan tidak
sakit kembali.
Di waktu lain,
calon dokter spesialis itu akan senang membaca berbagai buku bergambar mengenai
aktivitas seorang dokter di rumah sakit. Dia senang melihat berbagai peralatan
kedokteran, dia senang membantu memasang plester ketika kakaknya terluka
kakinya setelah bermain sepeda.
Kesenangan atau Joy
Tidak ada
salahnya jika guru dan orang tua menyampaikan suatu pemahaman dengan permainan.
Karena permainan akan menimbulkan kesenangan. Kesenangan ini akan berdampak
lebih dalam ke kehidupan anak-anak kita.
Keyakinan atau Fate
Dengan keyakinan
yang kuat, anak-anak akan dengan tanpa beban melakukan sesuatu. Mereka percaya
bahwa dengan sholat, mereka telah mendekatkan diri mereka kepada Allah. Dengan
berbuat baik, mereka yakin Allah akan senang kemudian akan mengabulkan segala
doa-doanya.
Dengan anak-anak
membantu orang tua di rumah, mereka yakin orang tuanya akan bangga dan kemudian
semakin sayang kepada mereka.
Kebutuhan atau Need
Untuk memenuhi
kebutuhannya, kita seringkali tidak menunggu perintah untuk melakukannya. Kita
tidak perlu persetujuan siapapun untuk memenuhinya. Anak akan makan sendiri
ketika mereka benar-benar merasa lapar. Mereka akan dengan sendirinya pergi ke
toilet ketika “panggilan alamnya” berkumandang.
Anak-anak akan
pergi ke sekolah tanpa diperintah ketika mereka mengerti bahwa mereka butuh
ilmu, haus akan pengalaman baru. Anak-anak akan dengan senang hati membantu
orang lain, karena mereka tahu, suatu saat dia akan membutuhkan mereka.
Penulis mengajak
rekan-rekan guru dan orang tua untuk mengubah mindset kita tentang anak-anak.
Dari menganggap mereka sebagai mobil mogok menjadi menganggap anak-anak sebagai
mobil yang canggih, mobil kekinian yang tidak memerlukan mata kunci manual.
Bukan supercar
yang rusak, tidak mau menyala. Tapi kitalah yang tidak paham bagaimana cara
menyalakannya.
Bukan anak-anak
kita yang malas, jangan-jangan kitalah yang tidak paham bagaimana menstimulus
mereka.*