Yayasan Asih Putera Hotline : 081320267490
Image

Pendidikan Sekolah Alam di Indonesia (Bag. 2)

Pendidikan Sekolah Alam di Indonesia:

Harmonisasi dengan Pancasila sebagai Filosofi Kebahagiaan (Bag. 2)

 Abdullah Syifaa Buana, S.Si, MBA (Bidang Transformasi & Mutu Yayasan Asih Putera)

 

 Pendidikan sebagai Upaya Mewujudkan Kesejahteraan

Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, memiliki tujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan rakyat. Pendidikan Sekolah Alam dapat dianggap sebagai wahana untuk mencapai tujuan tersebut, karena pendekatan holistiknya membantu siswa mengembangkan kecerdasan tidak hanya dalam hal pengetahuan, tetapi juga dalam kemampuan sosial, emosional, dan spiritual. Dengan demikian, Pendidikan Sekolah Alam dapat diartikan sebagai implementasi konsep kesejahteraan dan kebahagiaan yang diakui dalam Pancasila. Seligman (2011) mendefinisikan kesejahteraan sebagai merasakan emosi positif berupa kebahagiaan. Pada perkembangannya Seligman menyatakan bahwa kebahagiaan tidak hanya merasa senang, tetapi mencakup evaluasi individu terhadap kehidupan yang telah ia jalani. Jadi, kesejahteraan ialah hasil dari proses evaluasi afektif dan kognitif seseorang terhadap kehidupannya (Diener, Lucas, & Oishi, 2005).

Pancasila sebagai Panduan Etika dan Moral

Salah satu nilai Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang menuntun individu untuk hidup dalam harmoni dengan alam dan sesama manusia. Di dalam agama Islam, hubungan manusia dengan Tuhan disebut dengan habluminallah, sementara hubungan manusia dengan sesama manusia lainnya disebut dengan habluminannaas. Selanjutnya mengenai hubungan manusia dengan alam dijelaskan di dalam Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 165, yang berbunyi: “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. Maknanya adalah manusia mempunyai tugas untuk mengembangkan alam sebagaimana penjelasan dalam Kitab Tafsir Quraish Shihab yang menyatakan bahwa Allahlah yang menjadikan kalian sebagai pengganti umat-umat yang lalu dalam mengembangkan alam.

Pendidikan Sekolah Alam memperkuat nilai-nilai etika dan moral ini melalui pembelajaran yang menekankan tanggung jawab terhadap alam, kepedulian sosial, dan keadilan. Dengan demikian, Pendidikan Sekolah Alam dapat dianggap sebagai wahana untuk membentuk karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Martin Seligman, seorang psikolog positif terkenal, memperkenalkan konsep PERMA sebagai fondasi kebahagiaan dan kesejahteraan individu. PERMA adalah singkatan dari lima unsur kunci yang membentuk kebahagiaan, yaitu Positif Emotion, Engagement, Relationships, Meaning, dan Accomplishment. Pandangan ini dapat dihubungkan dengan sila-sila Pancasila, terutama jika kita merujuk pada pemikiran Latif (2021) yang mengaitkan Pancasila dengan kebahagiaan dan kesejahteraan.

 Positif Emotion (PE) dan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan yang Maha Esa):

PE mencakup kebahagiaan, kegembiraan, dan perasaan positif. Hal ini sejalan dengan sila Pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengajarkan kepercayaan atau keimanan kepada Tuhan. Kepercayaan ini dapat memberikan fondasi positif dan kebahagiaan dalam hidup seseorang. Emosi positif itu termasuk berprasangka baik kepada Tuhan. Misalnya jika seorang guru berprasangka baik bahwa setiap anak pada dasarnya baik, dan setiap anak punya keistimewaan, maka peserta didik akan bereaksi seperti persangkaan kita. Ini yang dinamakan efek placebo. Keyakinan sebagai sugesti positif.

Iman itu artinya percaya. Percaya berasal dari bercahaya, jadi orang beriman itu hatinya harus memancarkan cahaya positif, sikap optimis dan selalu menebarkan kebaikan. Keyakinan kepada ketuhanan itu membuka optimisme.

Engagement (E) dan Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab:

Engagement melibatkan pengalaman yang mendalam dan fokus penuh perhatian. Dalam konteks Pancasila, ini dapat dikaitkan dengan sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang mengajarkan pentingnya keterlibatan penuh dalam masyarakat yang adil dan beradab. Engagement memerlukan rasa peduli dan empati. Kemanusiaan itu adalah peduli terhadap nasib orang lain. Di sisi lain engagement mengandung aspek kebebasan, contohnya orang bebas mengartikulasikan pendapatnya.

Pendidikan karakter pada intinya adalah memanusiakan manusia. Untuk menumbuhkan rasa kepedulian pada peserta didik di sekolah, diperlukan interaksi dengan alam dan interaksi dengan manusia lainnya.

Relationships (R) dan Sila Persatuan Indonesia:

Relationships menekankan hubungan positif dengan orang lain. Ini sesuai dengan sila Ketiga, Persatuan Indonesia, yang menegaskan pentingnya persatuan dan persaudaraan di antara masyarakat Indonesia. Manusia itu makhluk yang paradoks, empati tapi kecenderungan bergaulnya diarahkan kepada orang lain yang memiliki kesamaan (warna kulit, identitas agama). Kepada orang asing, manusia cenderung mengembangkan sikap prasangka dan xenophobic. Dalam Indonesia yang majemuk ini berbahaya, karena Indonesia multi etnis, multi agama. Bagaimana caranya supaya kita bisa hidup dengan orang lain yang berlainan? Menurut Gordon Allport, yang asing harus didekatkan atau dikaribkan dengan cara menghubungkan satu sama lain. Di social enclave yang hubungannya bagus, maka masyarakat bisa saling menghargai. Ruang-ruang perjumpaan, ruang interaksi ini penting. Lebih banyak ruang pelibatan, jaring-jaring diperluas, tetangga diperluas. Biasanya orang berhasil adalah mereka yang mempunyai jaringan pergaulan yang luas. Semakin luar jaringan pergaulan seseorang, maka semakin bahagia. Kata kunci dalam relationship adalah konektivitas dan inklusivitas. Konektivitas dan inklusivitas ini akan menumbuhkan kepercayaan atau mutual trust. Kenapa di masyarakat Indonesia terjadi polarisasi? Karena masyarakat mengalami distrust atau saling tidak percaya, karena semakin sempitnya jaring-jaring konektivitas, dan semakin banyaknya jaringan eksklusif.

Meaning (M) dan Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan, dalam Permusyawaratan Perwakilan:

Meaning melibatkan mencari makna dan tujuan dalam hidup. Dalam Pancasila, ini dapat dikaitkan dengan sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan, yang menekankan kebijaksanaan sebagai panduan dalam mencapai tujuan hidup. Untuk mendapatkan makna menurut Latif (2021), kita perlu memiliki cara pandang yang lebih besar daripada kepentingan diri sendiri. Jangan hanya berpikir untuk mementingkan diri sendiri. Bermanfaat untuk orang banyak dapat menjadikan seseoran lebih bermakna. Pancasila mengajarkan untuk bermusyawarah dalam mengambil keputusan sehingga tercapai solusi yang bisa memenangkan berbagai pihak, bukan hanya memenangkan satu pihak saja.

Accomplishment (A) dan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia:

Accomplishment melibatkan pencapaian dan rasa prestasi. Hal ini sesuai dengan sila Kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang menekankan distribusi yang adil dari hasil pembangunan, menciptakan rasa prestasi bagi seluruh masyarakat.

Dengan memadukan konsep PERMA dan nilai-nilai Pancasila yang disampaikan oleh Dr. Yudi Latif, kita dapat melihat bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan tidak hanya terkait dengan aspek individual, tetapi juga dengan keterlibatan dalam masyarakat yang adil, hubungan yang positif, pencarian makna, dan pencapaian bersama untuk kesejahteraan bersama.

Kebahagiaan itu terjadi jika banyak pencapaiannya (achievement). Pencapaian tertinggi bersama itu terjadi ketika masyarakat bisa mencapai kesejahteraan umum. Sesuatu yang perlu dibagikan atau didistribusikan secara merata itu bukan hanya harta saja, tapi kesempatan (opportunities) dan kehormatan sosial (privilege). Hal tersebut perlu dibagikan kepada masyarakat secara adil. Sebagai contonhya memberi kesempatan bukan hanya pada etnis tertentu atau keturunan tertentu. Selanjutnya sumber daya alam harus diolah dengan pengetahuan dan inovasi demi kemakmuran bersama.

Kesimpulan

Pendidikan Sekolah Alam di Indonesia memiliki potensi besar untuk menyelaraskan diri dengan nilai-nilai Pancasila sebagai filosofi kebahagiaan. Dengan pendekatan holistiknya, Pendidikan Sekolah Alam tidak hanya menjadi sarana pendidikan, tetapi juga wahana untuk membentuk karakter siswa sesuai dengan prinsip-prinsip Pancasila. Dengan demikian, melibatkan Pendidikan Sekolah Alam dalam sistem pendidikan nasional dapat menjadi langkah positif dalam mewujudkan tujuan Pancasila untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat Indonesia.