
Ruang Peradaban
Oleh: Edi S. Ahmad
Rumah adalah ruang paling nyaman, tempat
kita kembali dari aneka rupa aktivitas yang melelahkan. Sesederhana apapun
bentuk fisiknya, kita akan tetap merindukannya. Jika keluarga menjadi andalan
dalam membangun karakter anak, maka rumah beserta penghuninya adalah harapan
bagi terbangunnya peradaban.
Sebuah peradaban tercermin dari tingkat
kompleksitas masyarakat dalam menyusun dan mengatur dirinya. Ada hirarki yang
diakui, ada beragam profesi yang dihargai, ada nilai-nilai moral dan sosial
yang dijunjung dan dihormati. Serta masih banyak lagi unsur-unsur lain yang
hidup dan berkembang dalam sebuah peradaban.
Rumah juga memiliki aturan yang kompleks.
Ia terdiri dari ruangan atau area yang masing-masing memiliki nama dan fungsi yang berbeda. Rumah yang ideal
memiliki halaman depan, beranda, ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, kamar
mandi, dapur, dan halaman belakang. Pada rumah yang tidak cukup ideal, beberapa
ruang dibuat menyatu. Atau ada satu ruang yang memiliki beberapa fungsi
sekaligus. Akan tetapi aturan bakunya adalah, ruang yang bersifat privasi
tetaplah tidak boleh sekaligus sebagai ruang bersama atau ruang terbuka.
Halaman depan adalah tempat anak
bersosialisasi, bergaul dan bermain bersama teman sebaya. Mereka mempunyai
perbendaharaan bermain yang tiada habisnya, beserta aturan bermain yang
mereka buat sendiri. Pertengkaran-pertengkaran kecil
mungkin terjadi di antara mereka. Tidak masalah, karena mereka memiliki cara
sendiri untuk lekas berdamai. Sesaat
saja permainan terhenti, untuk kemudian berlanjut kembali.
Di beranda rumah, sang ibu menyiapkan
sejumput makanan kecil dan minuman bagi mereka yang telah puas bermain. Di
beranda itu boleh jadi beberapa ibu turut hadir, lalu terlibat dalam obrolan.
Berbagai cerita dan pengalaman dibagikan. Sebagai sesama orang dewasa, mereka
tentu sama-sama menjaga agar lingkungan ketetanggaan tetap harmoni. Bahkan
mungkin tanpa sadar, jiwa gotong-royong ketetanggaan sedikit demi sedikit
tumbuh dari pertemuan-pertemuan kecil nonformal semacam ini.
Adapun di ruang tamu, adab melayani dan
menghormati tamu diajarkan sekaligus dipraktikkan. Antara lain, bagaimana
menyuguhi tamu dengan penganan terbaik yang dimiliki. Serta tidak membiarkan
anak mengganggu tersampaikannya keperluan tamu kepada tuan rumah. Sementara itu,
tamu juga memegang adabnya dengan tidak berlama-lama bertamu, dan dicukupkan
sebatas keperluannya.
Bagaimana dengan ruang keluarga? Ruang
keluarga kiranya menjadi ruangan yang paling hangat, paling nyaman, yang
membuat siapapun betah berlama-lama di sini. Ia adalah ruang makan merangkap
ruang demokrasi dan musyawarah. Di sini setiap orang boleh bicara, sebagaimana
halnya setiap orang bersiap untuk mendengarkan. Ide-ide dan gagasan dihidupkan
dengan diskusi dan perdebatan. Kritik dan saran membangun, disajikan nan sarat
dengan argumen namun tetap dalam koridor kesopan-santunan. Juga sebagai ruang
baca dan belajar, di mana buku-buku disimpan di rak yang tertata dan mudah
untuk dijangkau.
Keistimewaan ada pada kamar tidur yang sangat
privasi. Tidak boleh sembarang orang di sembarang waktu memasuki kamar tidur
orang lain. Di kamar tidur miliknya, anak diajarkan untuk merawat kebersihan
dan kerapihannya. Juga bertanggung jawab atas semua barang miliknya. Agar
dengan itu, ia juga belajar menghormati barang dan properti milik orang lain.
Berbeda halnya dengan kamar mandi. Kamar
mandi adalah milik bersama yang harus dijaga kebersihannya. Juga tempat kita
mempraktikkan arti berhemat terhadap sumber daya yang terbatas, seperti air,
tisu, sabun, sampo, dan sebagainya. Sementara dapur adalah laboratorium tempat
menguji coba segala resep makanan. Dapur menantang keberanian bereksperimen
dengan resiko kerugian yang minimal. Karena apapun hasil dari uji coba resep
tersebut, pasti akan dilahap habis oleh semua anggota serumah.
Terakhir adalah halaman belakang, di mana
kepedulian kita pada lingkungan diejawantahkan. Di sini ada sumur resapan air,
biopori, tempat pembuatan kompos, proses pemilahan sampah, serta kebun sayuran
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika rumah kita tidak cukup untuk adanya
halaman belakang, fasilitas sosial dan fasilitas umum di lingkungan warga
kiranya dapat juga dipergunakan bersama-sama.
Demikianlah sekelumit cerita tentang rumah,
produk sebuah peradaban, dan pada dasarnya adalah juga pelestari peradaban.
Atau miniatur peradaban. Jadi, mari kita hidupkan ruh peradaban itu dari rumah
kita masing-masing.*
KBB, 17 Oktober 2022 / 21 Rabiul Awwal 1444 H
Edi S. Ahmad (Ketua Yayasan Asih Putera)
Oleh-oleh halaqah Aqil Baligh Community (ABC) - Bersama Ustadz Adriano Rusfi