Setelah AKMI, Apa Lagi?
Oleh: Handi Komara, S.Pd.I (Guru Kelas 5 MI Asih Putera)
Ada beberapa hal yang mengganjal di benak setelah AKMI selesai
dilaksanakan beberapa bulan yang lalu. Asesmen yang digadang-gadang menjadi
terbaik sejauh ini. Asesmen yang dasar dimulainya perkembangan literasi peserta
didik di bawah naungan Kemenag.
Asesmen Kompetensi Madrasah Indonesia (AKMI) menjadi salah satu alat
ukur untuk mengembangkan kapasitas diri peserta didik, sehingga diharapkan
kedepannya para peserta didik dapat berpartisipasi positif di lingkungan
masyarakat.
Setelah melalui berbagai tahapan kegiatan, mulai dari pelatihan
proktor, pelaksanaan asesmen bagi 325.506 peserta didik, pelatihan bimbingan
tindak lanjut AKMI, lalu apa? Menguap begitu saja? Tentu saja tidak selesai di situ.
Ada satu tahapan lagi agar dua harapan terakhir AKMI dapat tercapai.
Yaitu, pengembangan diri peserta didik dan berpartisipasi aktif di lingkungan
masyarakat secara positif. Tahapan tersebut adalah menerjemahkan hasil AKMI
yang nanti akan didapat (sampai tulisan ini dipublikasikan, belum juga
diterima) oleh manajemen madrasah menjadi suatu kegiatan terukur dalam bentuk
rancangan pembelajaran matang oleh setiap stakeholder di manajemen madrasah.
Rancangan pembelajaran seperti apa yang menjadikan AKMI ini agar tidak
sia-sia? Di tingkat teknis, ini merupakan tanggung jawab guru untuk menyusun
dua hal: teaching plan dan teaching module yang komprehensif.
Tidak bermaksud membebani guru, dua hal ini merupakan kewajiban seorang
guru sebenarnya. Yang memang seringkali diabaikan dan diremehkan, sehingga
selalu saja dua hal ini terkesan membebani.
Teaching plan (kita familiar dengan menyebutnya RPP) dan teaching module (kita mengenalnya dengan LKPD) harus dirancang agar
tujuan utama AKMI tidak menjadi sia-sia. Dengan demikian, di setiap kegiatan
pembelajaran akan lebih bermakna dan terarah.
LKPD yang baik biasanya terselip sebagai lampiran dari RPP yang guru susun. Meski menurut penulis modul dengan LKPD memiliki perbedaan signifikan, pada tulisan ini, kita abaikan saja dulu. Ups.
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran
RPP sebenarnya merupakan rancangan pembelajaran yang tidak harus sama dengan urutan dan bentuknya dengan RPP konvensional yang selama ini sering kita lihat. Bahkan, penulis seringkali menemukan RPP sejuta umat, yang isinya sama semua di setiap pegangan guru. Yang berbeda hanya nama penulis, nama sekolah/madrasah dan tahun pelajaran saja. Tanpa bermaksud menuduh, RPP tersebut merupakan hasil download dari berbagai website (yang sebennya menyediakan RPP itu-itu juga), penulis malah menjadi khawatir akan ciri khas yang tersurat dan tersirat dari sebuah RPP yang seharusnya ada pada sebuah teaching plan.
Menurut permendiknas
nomor 14 tahun 2019, komponen inti dari
sebuah RPP adalah tujuan pembelajaran, langkah-langkah (kegiatan) pembelajaran,
dan penilaian pembelajaran (asesmen) yang wajib dilaksanakan oleh guru,
sedangkan komponen lainnya merupakan pelengkap. Sementara bentuk dan format
dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan ciri khas guru itu sendiri.
Berkaitan dengan tujuan AKMI, kita dapat menyusun RPP dengan lebih fleksibel, disesuaikan dengan jenjang keterampilan peserta didik dari laporan hasil AKMI. Lima jenjang keterampilan hasil AKMI itu adalah: perlu intervensi, dasar, cakap, terampil dan perlu ruang kreasi.
Dengan berdasarkan konsep “setiap anak adalah unik”, maka kegiatan
pembelajaranpun seyogyanya juga harus unik, berbeda untuk satu anak dengan anak
lainnya. AKMI memudahkan guru untuk mengidentifikasi jenjang kemampuan setiap
peserta didik yang kita bimbing, agar kita dapat menyesuaikan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan keunikan anak setiap peserta didik kita.
Lembaran Kerja Peserta Didik
LKPD dibuat sebagai lampiran dari sebuah RPP, dimana nantinya, akan
diperbanyak dan dibagikan kepada setiap anak. Lalu, jika jenjang peserta didik
di kelas kita ada 5, apakah kita perlu membuat RPP dan bahkan LKPD sebanyak 5
jenis jenjang? Penulis beranggapan, ini sebenarnya tergantung dari kemampuan
guru dan urgensi materi yang diampu oleh guru tersebut. Jika guru merasa, perlu
membedakan berdasarkan idealismenya, maka hal itu mungkin saja dilakukan.
Namun, jika dengan berbagai pertimbangan, LKPD hanya dapat dibuat satu jenis
saja, maka guru akan membuat LKPD yang isinya fleksibel, dapat digunakan oleh
berbagai jenjang. Namun, tentu saja guru akan membedakan dari segi asesmennya saja.
LKPD disusun berdasarkan model pembelajaran yang akan dilakukan untuk
materi yang akan dipelajari. Struktur LKPD biasanya terdiri atas:
1.
Identitas: judul kegiatan, tema,
sub tema, kelas, dan semester: berisi topik pembelajaran yang akan dilaksanakan
beserta identitas dari peserta didik.
2.
Tujuan: berisi tujuan pembelajaran
sesuai dengan Kompetensi Dasar (KD).
3.
Alat dan bahan: berisi daftar alat
dan bahan yang diperlukan untuk melaksanakan pembelajaran.
4.
Prosedur kerja: berisi petunjuk
atau langkah-langkah yang harus ditempuh peserta didik untuk menyelesaikan
pekerjaannya.
5.
Tabel data: tabel kosong yang
digunakan untuk kegiatan pembelajaran yang bersifat penelitian atau pengamatan
(observasi).
6.
Bahan diskusi: berisi daftar
pertanyaan yang relevan dengan kegiatan pembelajaran.
Penutup
Penyusunan RPP dan LKPD merupakan salah satu tugas pokok kita sebagai
guru. Teringat dengan pepatah dari Aa Gym “Gagal dalam perencanaan, maka
sebenarnya kita tengah merencanakan kegagalan” dapat kita jadikan sugesti
positif dalam penyusunannya.
Dengan disusunnya RPP dan LKPD yang telah disesuaikan dengan jenjang
keterampilan dari hasil AKMI, diharapkan peserta didik kita menjadi pribadi
yang memiliki kapasitas diri yang maksimal dan dapat berperan aktif di
masyarakat. Kapasitas diri dan kemampuan berperan aktif di masyarakat ini
didapat melalui berbagai pembelajaran yang berkualitas yang telah disesuaikan
dengan kemampuan individu peserta didik kita yang unik.***